Kamis, 18 Februari 2010

1
PENGANTAR PERJANJIAN LAMA
BAB III
KANONISASI PERJANJIAN LAMA

Perdebatan seputar kanon PL sekarang ini memang kalah gencar daripada kanon PB, tetapi hal
ini tidak berarti bahwa semua topik tentang kanon PL telah menghasilkan konsensus di antara
para teolog. Beberapa isu tetap diperdebatkan, sementara isu-isu lain tetap menjadi misteri.
Istilah
Istilah “kanon” berasal dari bahasa Yunani kanwn. Kata ini telah mengalami perubahan arti,1
walaupun arti-arti yang ada tetap berkaitan. Mula-mula kata ini berarti “tongkat”. Karena pada
jaman dulu tongkat juga dijadikan sebagai alat pengukur, maka kanwn sering dikaitkan dengan
ukuran, pedoman atau peraturan. Hasil pengukuran dengan memakai tongkat ini seringkali
dikumpulkan menjadi sebuah rangkaian. Dengan demikian kata kanwn pun selanjutnya dikaitkan
dengan sebuah daftar yang menjadi pedoman atau ukuran.
Dalam diskusi seputar kanonisasi Alkitab, kata kanwn juga mengalami perubahan arti seperti di
atas. Kanwn mula-mula dipakai dalam arti batasan ajaran atau pedoman iman (Gal 6:16). Sejauh
data yang tersedia, bapa gereja Athanasius (abad ke-4 M) dari Aleksandria kemungkinan besar
adalah orang pertama yang menggunakan kata kanwn dalam arti daftar kitab-kitab yang diakui
sebagai firman Allah. Dalam tulisannya yang berjudul Decrees of the Synod of Nicaea ia
menyebut kitab Gembala Hermas (Shepherd of Herman) tidak termasuk dalam kanon.2
Walaupun istilah kanwn sekarang ini lebih merujuk pada daftar kitab, tetapi makna lain sebagai
ukuran atau pedoman iman tetap tidak dihilangkan. Karena kitab-kitab tersebut adalah firman
Tuhan, maka semua kitab itu harus dijadikan pedoman iman.
Penjelasan di atas mungkin bisa menimbulkan kesalahpahaman. Orang mungkin akan berpikir
bahwa istilah kanwn hanya berkaitan dengan kitab-kitab PB. Hal ini tentu saja tidak tepat. Dalam
diskusi seputar daftar kitab PL yang diakui sebagai firman Allah, istilah kanwn memang jarang
digunakan, namun ide tentang “daftar kitab yang otoritatif” sudah ada jauh sebelum jaman PB,
namun daftar ini tidak disebut dengan istilah kanwn. Pada abad ke-1 M para rabi di Jamnia
menyebut kitab-kitab PL yang otoritatif dengan sebutan kitab yang “mencemarkan tangan”.3
Kenyataannya, kata Yunani kanwn bahkan berasal dari rumpun bahasa Semit qaneh. Sama seperti
kanwn, kata qaneh mula-mula memiliki arti “tongkat” atau “buluh”. Selanjutnya kata ini juga
dipakai dalam arti “timbangan” atau “kaki dian”.4 Kata qaneh tidak pernah diterjemahkan kanwn
dalam LXX, walaupun kata kanwn tetap muncul 3 kali dengan arti yang berbeda-beda (Yud 13:6
1 F. F. Bruce, The Canon of Scripture (Downer Grove: IVP Academic, 1988), 17-18.
2 J. Stafford Wright, “The Canon of Scripture”, The Evangelical Quarterly 19.2 (April 1947):93.
3 Bruce, The Canon, 34-35.
4 Beyer, “kanwn”, Theological Dictionary of the New Testament Vol. III, Gerhard Kittel, ed., trans. by
Geoffrey W. Bromiley (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1965), 596.
2
“cagak pembaringan”; 4Mak 7:21 “peraturan filsafat”; Mik 7:4, di ayat ini kata kanwn artinya
tidak jelas). Philo memakai kata kanwn dalam arti “peraturan”, “perintah” atau “hukum”.
Josephus memakainya dalam arti “ukuran”. Dari penjelasan ini kita dapat mengetahui bahwa
sekalipun kata kanwn dalam arti daftar kitab-kitab yang otoritatif baru dipakai pertama kali di
abad ke-4 oleh Athanasius, namun ide di balik istilah ini sudah ada sebelumnya.
Daftar kitab kanonik
Pembacaan PB secara sekilas sudah cukup untuk menunjukkan bahwa Yesus dan para rasul
mengakui otoritas kitab-kitab PL. Mereka menyebut ayat-ayat PL sebagai kitab suci (Luk 4:21).
Kata “kitab suci” atau “kitab-kitab suci” dalam PB muncul sebanyak 43 kali. Yesus menyatakan
dengan tegas bahwa tidak ada satu bagian pun dari Taurat yang boleh ditiadakan (Mat 5:18).
Segala sesuatu dalam PL harus digenapi (Mat 5:17; Luk 24:27).
Penjelasan di atas membuktikan bahwa pada jaman Yesus sudah ada kitab-kitab tertentu yang
diakui sebagai kitab suci. Bagaimanapun, kita tidak bisa mengetahui secara pasti jumlah kitabkitab
yang dikutip oleh Yesus maupun para rasul. Mereka tidak pernah menyebutkan kitab-kitab
apa saja yang termasuk kitab suci.
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa kitab mana yang diakui sebagai firman Tuhan oleh
Yesus dan para rasul dapat diketahui dari kutipan yang ada. Artinya, jika suatu kitab dikutip oleh
mereka, maka kitab itu pasti adalah firman Tuhan dan layak dimasukkan ke dalam kanon.
Pendekatan seperti ini tampaknya sulit dipertahankan. Para rasul beberapa kali mengutip sumber
yang non-kanonik, misalnya Paulus mengutip pernyataan seorang filsuf Stoa (Kis 17:28-29).5
Sebaliknya, beberapa kitab kanonik justru tidak pernah dikutip secara langsung dalam PB,
misalnya Hakim-hakim, Ruth, Ester dan Kidung Agung. Ketika penulis PB mengutip suatu
sumber maka kita harus memperhatikan cara mereka mengutip sumber itu. Apakah ada indikasi
bahwa para penulis mengakui otoritas dari sumber itu (misalnya dengan penyebutan “kitab suci
berkata”, “seperti ada tertulis”, dsb.)? Begitu pula ketika mereka tidak mengutip suatu kitab
kanonik PL, itu mungkin disebabkan kitab-kitab tersebut memang tidak berkaitan dengan kitab
PB yang sedang mereka tulis. Kita tidak bisa menuntut bahwa semua penulis PB harus mengutip
seluruh kitab PL.6
Karena PB tidak memberi petunjuk yang jelas tentang daftar kitab-kitab kanonik PL, maka kita
sebaiknya memulai penyelidikan dari sesuatu yang sudah pasti terlebih dahulu, yaitu pembagian
kitab-kitab dalam kanon Ibrani. Orang-orang Yahudi menerima 24 kitab sebagai firman Allah.7
5 Lihat C. K. Barret, ed., New Testament Background (rev. ed., San Fransisco: HarperSanFransisco, 1989),
67.
6 Norman L. Geisler & William E. Nix, General Introduction to the Bible (Chicago: Moody Press, 1968),
84-85. Geisler dan Nix menjelaskan hal ini dalam kaitan dengan natur suatu kitab PL. Sebagian kitab bersifat
didaktik dan devosional, sehingga sangat populer dan wajar untuk dikutip, sedangkan kitab-kitab lain tidak memiliki
natur seperti ini sehingga jarang dikutip. Pendapat seperti ini tampaknya terlalu dipaksakan. Kitab 1 & 2 Samuel
yang sangat mirip dengan Hakim-hakim maupun Ruth ternyata dikutip dalam PB (Mat 12:3-4//1Sam 21:1-6).
7 24 kitab ini sama persis dengan 39 kitab dalam versi modern. Jumlah yang berbeda berkaitan dengan cara
penamaan beberapa kitab. Kitab 1 & 2 Samuel digabung menjadi satu kitab, demikian pula kitab 1 & 2 Raja-raja
maupun 1 & 2 Tawarikh. 12 kitab nabi kecil (dari Hosea - Maleakhi) dijadikan satu. Ezra dan Nehemia dianggap
sebagai satu kitab.
3
Semua kitab ini dikelompokkan menjadi TeNaKh: Torah (Taurat), Nebiim (Tulisan Para Nabi)
dan Khetubim (Tulisan-tulisan lain). Berikut ini adalah daftar detil kitab-kitab PL sesuai kanon
Ibrani.
Pembagian Menurut Kanon Ibrani
Torah Nebiim Khetubim
Kitab puisi:
Mazmur
Amsal
Ayub
Nabi-nabi awal:
Yosua
Hakim-hakim
Samuel
Raja-raja Lima Gulungan (Megilloth):
Kidung Agung
Ruth
Ratapan
Ester
Pengkhotbah
Kejadian
Keluaran
Imamat
Bilangan
Ulangan
Nabi-nabi yang kemudian:
Yesaya
Yeremia
Yehezkiel
12 Nabi lain
Kitab sejarah:
Daniel
Ezra-Nehemia
Tawarikh
Ada banyak pertanyaan seputar pembagian di atas. Apakah semua kitab ini diterima secara
bersamaan dan dari semula diatur berdasarkan tiga pembagian di atas ataukah pembagian ini
mengindikasikan penerimaan yang bersifat bertahap? Mengapa Tawarikh ditempatkan setelah
Ezra-Nehemia, padahal secara kronologis seharusnya ada sebelum Ezra-Nehemia? Mengapa
sebagian besar kitab sejarah (menurut versi modern) justru dikategorikan sebagai kitab para
nabi? Mengapa Kitab Daniel malah digolongkan kitab sejarah? Apakah dasar pengelompokan
nabi awal dan yang kemudian? Mengapa Kitab Ruth dikelompokkan dalam jajaran Megilloth?
Mengapa Kidung Agung dan Ratapan tidak dikategorikan sebagai kitab puisi dan dengan
demikian dimasukkan ke dalam golongan pertama?
Beberapa pertanyaan tersebut dapat dijawab, tetapi sebagian tetap menjadi misteri dan topik
perdebatan di antara para teolog. Mari kita mulai dari yang pertama, yaitu sejarah pembagian
kanon Ibrani ke dalam TeNaKh. Sebagian teolog yakin bahwa pembagian kanon Ibrani ke dalam
tiga kelompok tidak terjadi secara bersamaan.8 Sebagian yang lain berpendapat bahwa
penerimaan secara non-formal oleh orang-orang Yahudi harus dibedakan dari proses kanonisasi
yang formal.9 Kelompok yang terakhir ini tetap setuju bahwa kitab-kitab itu secara bertahap
diterima secara non-formal, namun mereka menduga semua kitab itu pada akhirnya diterima
secara resmi dalam suatu peristiwa khusus.
8 H. E. Ryle, The Canon of the Old Testament: An Essay on the Gradual Growth and Formation of the
Hebrew Canon (London: MacMillan, 1895) mungkin adalah orang pertama yang mempopulerkan pandangan ini.
Lihat Stephen Dempster, “An Extraordinary Fact: Torah and the Temple and the Contours of Hebrew Canon, Part
1”, Tyndale Bulletin 48.1 (1997), 27, n13; Bruce, The Canon, 36, n25.
9 Bruce, The Canon, 36-38.
4
Walaupun kita sulit menentukan pendapat mana yang tepat, tetapi kita masih dapat menelusuri
bagaimana suatu kitab diakui otoritasnya (secara formal maupun tidak) oleh orang-orang Yahudi.
Tulisan Musa langsung mendapatkan pengakuan dari orang Israel (Kel 24:3). Tulisan Musa
dikumpulkan dan disimpan di samping tabut perjanjian (Ul 31:26). Yosua diperintahkan Tuhan
untuk menuruti kitab Taurat (Yos 1:8). Pada jaman Raja Yosia ditemukan salinan kitab Taurat
dalam rumah Tuhan, yang menyiratkan bahwa tulisan tersebut diakui sebagai firman Allah (2Raj
23:24). Pada jaman pasca pembuangan pun kitab Taurat tetap diakui sebagai firman Tuhan (Ez
7:6, 10).
Di luar kitab Musa, kita tidak dapat memastikan urutan penerimaan kitab-kitab yang lain.
Alkitab hanya memberikan petunjuk bahwa beberapa nabi yang lebih kemudian mengakui
otoritas pelayanan dari nabi-nabi sebelum mereka (Yer 7:25; Yeh 38:17; Zak 1:4; 7:7).
Bagaimanapun, pengakuan ini tidak merujuk secara eksplisit pada tulisan para nabi. Pengakuan
ini lebih mengarah pada perkataan lisan daripada tertulis. Satu-satunya petunjuk tentang otoritas
tulisan seorang nabi yang diakui oleh nabi lain ada di Daniel 9:2 ketika Daniel mengutip isi dari
tulisan Yeremia. Beberapa teks lain bisa merujuk pada pengakuan terhadap ucapan maupun
tulisan nabi pada masa sebelumnya, misalnya Yeremia mengutip Mikha (Yer 26:18//Mik 3:12),
Mikha mengutip Yesaya atau sebaliknya (Mik 4:1-3; Yes 2:2-4), dsb.
Beberapa bukti tampaknya mengarah pada dugaan bahwa kanon PL sudah final sebelum jaman
PB. Pertama, Lukas 24:44. Dalam bagian ini Yesus memakai ungkapan “kitab Taurat Musa dan
kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” untuk merujuk pada seluruh PL. Penyebutan ini sangat
menarik, karena kitab Mazmur dalam konteks ini kemungkinan besar bukan hanya berdiri sendiri
sebagai suatu kitab, tetapi perwakilan dari seluruh kitab Khetubim (Kitab Mazmur merupakan
kitab pertama dalam daftar kitab-kitab Kethubim).10 Walaupun hal ini hanya sebatas dugaan,11
tetapi dugaan ini tampaknya lebih masuk akal daripada menganggap Kitab Mazmur berdiri
sendiri dan dibedakan dari kitab Taurat dan para nabi. Mengapa Yesus harus menyendirikan
kitab Mazmur (apalagi jika ungkapan “kitab Taurat dan para nabi” sudah merujuk pada seluruh
PL)?12
Kedua, Matius 23:35//Lukas 11:51. Dalam ayat ini Yesus merangkum sejarah penganiayaan
terhadap orang-orang benar dari jaman Habel sampai Zakharia anak Berekhya. Urutan ini pasti
tidak mungkin bersifat kronologis, karena orang benar terakhir yang dibunuh adalah Nabi Uria
(Yer 26:20-23). Penempatan Zakharia bin Berekhya di urutan terakhir sangat mungkin mengikuti
urutan kanon Ibrani. Dalam kanon Ibrani kitab terakhir adalah Tawarikh dan di dalam kitab ini
dicatat tentang kematian Zakharia bin Berekhya (2Taw 24:20-22).13
Ketiga, kitab Yahudi yang lain.14 Kata pengantar Kitab Sirakh berkali-kali memuat ungkapan
“kitab Taurat, para nabi dan kitab-kitab yang lain”. Walaupun sebagian teolog masih
memperdebatkan apakah “kitab-kitab yang lain” merujuk pada Kethubim atau tidak, namun
konklusi ke arah sana tetap lebih masuk akal. Philo membagi kitab suci menjadi “kitab Taurat,
10 Geisler & Nix, General Introduction, 19; Bruce, The Canon, 31-32.
11 Bandingkan Darrell L. Bock, Luke Volume 2, BECNT (Grand Rapids: BakerBooks, 1996), 1937.
12 Lihat pembahasan selanjutnya.
13 Bruce, The Canon, 31.
14 Geisler & Nix, General Introduction, 156-158.
5
kitab para nabi dan lagu-lagu dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi pengetahuan dan kesalehan
yang sempurna”. Josephus menyebutkan pembagian kitab suci ke dalam tiga golongan.
Golongan terakhir dia sebut sebagai “lagu-lagu dan pedoman tingkah laku”. Cara Philo dan
Josephus menyebut bagian yang ketiga tampak sangat sesuai dengan karakteristik kitab-kitab
Kethubim. Dengan demikian pengelompokan ke dalam TeNaKh kemungkinan besar memang
sudah ada jauh sebelum pernyataan resmi dalam Talmud Babilonia (abad ke-4).
Terhadap pendapat di atas, ada satu argumen yang mungkin diberikan sebagai bantahan, yaitu
pemakaian ungkapan “kitab Taurat dan kitab para nabi” (Mat 5:17; 7:12; 11:13; 22:40; Luk
16:16; Yoh 1:45; Kis 13:15; 28:23; Rom 3:21) sebagai salah satu cara yang lazim untuk merujuk
pada seluruh PL. Penyebutan seperti ini mungkin menyiratkan bahwa pada jaman Yesus baru ada
dua golongan kitab yang diterima dalam kanon. Bagaimanapun, hal ini dapat dijelaskan dengan
cara yang lain. Penyebutan “kitab Taurat dan kitab para nabi” mungkin hanya sekadar ungkapan
lain untuk 24 kitab (kanon Ibrani) atau 39 kitab (kanon Yunani) PL.15 Dalam hal ini beberapa
nama penulis kitab yang termasuk dalam kategori Kethubim memang disebut sebagai nabi,
misalnya Daud (Kis 2:30), Daniel (Mat 24:15), Ayub (Yak 5:10).16 Para penulis yang memakai
ungkapan “kitab Taurat dan kitab para nabi” sebagai rujukan untuk PL tanpa diragukan juga
menerima otoritas kitab-kitab Kethubim. Sebagai contoh Yesus mengakui otoritas Mazmur
69:10 (Yoh 2:17), Mazmur 78:24 (Yoh 6:31). Di samping itu, beberapa kitab Khetubim juga
sering disebut sebagai “kitab Taurat”, karena ungkapan “kitab Taurat” memang dapat merujuk
pada seluruh PL” (Mat 5:18 bdk. ayat 17; Yoh 10:34//Mzm 82:6; 12:34//Mzm 110:4;
15:25//Mzm 35:19; 1Kor 15:4//Mzm 16:8-10).
Terlepas dari isu apakah pembagian TeNaKh memang sudah populer pada jaman PB atau tidak,
satu hal yang pasti adalah bahwa seluruh kitab PL yang kita kenal sekarang tampaknya sudah
diterima otoritasnya sebagai firman Tuhan pada jaman PB, walaupun ungkapan yang dipakai
berbeda-beda. Bagi orang Yahudi cara pembagian kitab suci sendiri mungkin tidak sepenting
cakupan dari kitab suci tersebut. Hal ini tampak pada penggunaan ungkapan yang sangat variatif
untuk merujuk pada seluruh kitab PL. Cara Josephus membagi kitab suci ke dalam 3 kategori
pun sedikit berbeda dengan urutan TeNaKh.17 Para penerjemah LXX pun memutuskan untuk
memakai urutan sendiri yang berbeda dengan TeNaKh. Pembagian LXX inilah yang selanjutnya
menjadi dasar pembagian dalam Alkitab versi Latin (Vulgata) dan versi modern lainnya.
15 Geisler & Nix, General Introduction, 18.
16 Bruce, The Canon, 32.
17 Dalam Against Apion 1.38-41 Josephus membagi kitab suci menjadi 5 kitab Taurat, 13 kitab para nabi
dan 4 kitab yang berisi lagu-lagu dan prinsip kehidupan.
6
Berikut ini adalah pembagian berdasarkan kanon Yunani:
Pembagian Menurut Kanon Yunani (LXX)
Taurat Sejarah Puisi Nabi Besar Nabi Kecil
Kejadian
Keluaran
Imamat
Bilangan
Ulangan
Yosua
Hakim-hakim
Ruth
1 Samuel
2 Samuel
1Raja-raja
2Raja-raja
1Tawarikh
2Tawarikh
Ezra
Nehemia
Ester
Ayub
Mazmur
Amsal
Pengkhotbah
Kidung Agung
Yesaya
Yeremia
Ratapan
Yehezkiel
Daniel
Hosea
Yoel
Amos
Obaja
Yunus
Mikha
Nahum
Habakuk
Zefanya
Hagai
Zakaria
Maleakhi
#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar