Sabtu, 30 Juli 2011

Konsep Paulus mengenai predestinasi dalam surat Efesus

Daftar isi

BAB I    2
PENDAHULUAN    2
BAB II    3
LATAR BELAKANG MASALAH    3
KONSEP PAULUS MENGENAI PREDESTINASI DALAM SURAT EFESUS    4
BAB III    9
KESIMPULAN    9
DAFTAR PUSTAKA    11


BAB I
PENDAHULUAN

Predestinasi merupakan pokok pembahasan dalam theology yang membahas karya Allah yang kekal dalam kedaulatanNya telah menentukan segala sesuatu dalam kedaulatan tersebut, sehingga para theolog membahas dan mendalami konsep tersebut dalam Alkitab sehingga tidak menjadi perguncingan dalam aliran-aliran agama tertentu yang kurang menyetujui konsep ini. Konsep ini semakin berkembang dan banyak dibahas dalam pandangan John Calvin.
Dalam pembahasan saat ini penulis akan mengulas bagaimana konsep Paulus mengenai predestinasi tersebut yang dalam teks aslinya menggunakan kata προορίζω (proorízō). Bagaimana dan apa maksud Paulus menggunakan istilah ini dalam surat-suratnya. Penulis akan membahas konsep predestinasi Paulus ini dengan bertitik tolak dalam surat Efesus, karena surat ini membahas cukup data mengenai predestinasi ini selain dari kitab Kisah Para Rasul, surat Roma, surat 1 Korintus yang juga menyinggung predestinasi namun dengan kontek yang berbeda dengan surat Efesus yang di dalamnya memiliki hubungan dengan keberadaan Kristus dan karya keselamatanNya bagi manusia.
Penulis akan terlebih dahulu mencoba untuk mendefenisikan apa itu predestinasi. Predestinasi adalah keputusan kehendak dan ketetapan Allah mengenai keadaan kekal semua orang.  Jadi, predestinasi berbicara tentang keadaan yang akan tetap dijalani oleh setiap orang sampai selama-lamanya, sebab tidak satu pun keadaan kekal manusia yang tidak diketahui oleh Allah.
BAB II
LATAR BELAKANG MASALAH

Konsep predestinasi ini dianggap telah lebih banyak dicetuskan dan digunakan oleh John Calvin, sebenarnya gagasan ini sudah digunakan sejak Agustinus dan dipertahankan oleh theolog patristik dan pada abad pertengahan oleh para reformis.
Perjanjian Lama sendiri juga membahas mengenai konsep ini yang terkait dengan panggilan atau pemilihan. Secara korporat Allah memilih bangsa Israel menjadi umat pilihanNya (Ul. 7:6-10), maupun secara individu Allah memilih orang-orang pilihanNya (Kel. 3; hakim-hakim 2:16 dsb.). pemilihan ini bertujuan untuk  memenuhi kehendak Allah, memberkati bangsa-bangsa dan melaksanakan penghakiman Allah.  Dalam Perjanjian Baru kata Yunani yang diterjemahkan bervariasi yaitu, mentakdirkan, dekrit, menentukan lebih dulu atau meramalkan yang menunjukkan berbagai kegiatan Allah yang berpusat pada Yesus Kristus sebagai jalan keselamatan dana termasuk manusia yang ada dalam rencana ini. Teks predestinasi klasik termasuk Rom. 8:28-30; Gal. 1:15; Ef. 1:4, 5; 2 Tes. 2:13, menunjukkan latar belakang pemahaman predestinasi yaitu ketidaktaatan dan pemberontakan manusia terhadap Allah sehingga mendapatkan hukuman dari Allah. Namun Allah tidak meninggalkan manusia tersebut. Implikasi dari pemilihan tersebut adalah rasa syukur dan melayani Allah serta sesama.
Dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus menjelaskan bahwa kedatangan Kristus, hidup-Nya, kematian, kebangkitan, dan kenaikan ke surga semua dipenuhi dalam rencana kekal Allah dan tujuannya untuk menebus melalui pemilihan-Nya siapa yang Dia telah “ditakdirkan” hidup kekal. Dalam pengajaran para rasul juga menemukan satu sudut pandang yang sama. Menurut Petrus pada hari Pentakosta, penyaliban Kristus merupakan bagian dari predestinasi Allah tetapi pada saat yang sama pun hal itu merupakan hasil dari pelanggaran hukuman manusia (Kis. 2:23). Stefanus dan rasul-rasul lainnya juga berbicara dengan istilah-istilah seperti ini.  Doktrin ini mendasari semua tulisan-tulisan Paulus, ia merangkum semua persoalan, menyatukan pengajaran dari Perjanjian Lama dan para penulis lain dari Perjanjian Baru, yang dapat dilihat dalam Rm. 8:29; 9-11; Ef. 1:1-12 dan dalam bagian-bagian ini Paulus menjelaskan dengan jelas bagaimana Allah bekerja dengan karya penetapan-Nya bagi umat pilihan-Nya. Namun surat-surat Paulus tidak mengungkapkan determinisme mekanistik dari predestinasi tersebut, Paulus menegaskan dalam semua tulisan-tulisannya bahwa mannusia bertanggung jawab atas tindakan-Nya, karena Dia yang melakukan meskipun semua manusia ada dalam bagian rencana tersebut yaitu ditetapkan oleh Allah. Pada saat yang sama, ia juga menekankan bahwa mannusia tidak dapat memahami hubungan antara predestinasi Allah dengan tanggung jawab manusia, untuk hubungan yang menggabungkan waktu dengan kekekalan yang dimengerti dengan yang dikondisikan oleh ruang dan waktu (Rm. 9:19-26).  Tidak ada yang bisa menjelaskan hubungan predestinasi Allah dalam sejrah juga mengungkapkan bagaimana Allah bekerja dalam dan melalui sejarah, kecuali sebagaimana Allah telah mengungkapkan dalam Kitab Suci.
KONSEP PAULUS MENGENAI PREDESTINASI DALAM SURAT EFESUS

Setelah kita melihat latar belakang pembahasan ini, penulis mencoba untuk memaparkan konsep Paulus mengenai predestinasi tersebut dalam suratnya kepada jemaat di Efesus. Seperti pada bab pendahuluan, penulis mengatakan bahwa konsep yang Paulus telah rangkumkan mengenai predestinasi dalam beberapa surat lainnya memiliki latar belakang dan pemahaman serta tujuan yang mungkin agak berbeda bila ditinjau lebih mendalam, dengan ini penulis memilih untuk meneliti konsep ini dalam surat Efesus.
Dalam Efesus 1:4-6, menjelaskan pemilihan Allah bagi diri-Nya sendiri. Ayat 4, Paulus menjelaskan bagaimana pemilihan Allah terjadi sebelum dunia dijadikan. Kata “for” (NIV) di awal ayat ini bukan sebagai harafiah terjemahan dari kata keterangan kathōs yang artinya “bahkan sebagai” (ASV, RSV) atau sama “seperti” (NASB) tetapi menunjukkan bahwa cara Allah memberkati orang percaya (ay. 3) adalah melalui karya Tritunggal, tetapi kata keterangan ini juga dapat memiliki arti kausal yang menjadi “karena” atau “sejauh” (lih. 4:32). Idenya adalah bahwa berkat-berkat rohani (1:3) bagi orang percaya adalah atas dasar karya Tritunggal. Berkat spiritual ini dimulai dan didasarkan pada pemilihan (Dia memilih kita), dimana Allah adalah subjek dan orang percaya adalah objek. Pemilihan adalah karya Allah yang berdaulat, keselamatan dari Allah dan bukan dari manusia (2:8-9). Meskipun itu adalah tindakan anugerah (Rm. 11:5-6), berdasarkan kehendak-Nya (Ef. 1:5), setiap orang bertanggung jawab untuk percaya (ay. 13). “Allah memilih kamu untuk diselamatkan… melalui keyakinan dalam kebenaran (2 Tes. 2:13). Di dalam Dia menunjukkan lingkup “ dalam Kristus” (Ef. 1:3), waktu pemilihan adalah kekal, dan tujuan pemilihan adalah bahwa orang percaya akan menjadi kudus dan tak bercacat dihadap-Nya untuk selama-lamanya.
Muncul kata kasih (ay. 5) merujuk pada suatu pertanyaan, apakah ini hasil dari modifikasi tulisan Paulus tentang predestinasi? Ada alasan-alasan yang menjelaskan peranan kata kasih tersebut: 1). dalam konteks ini frase kata dimodifikasi dengan menikuti kata-kata tindakan/action (ay. 3-4, 6, 8-10), 2). Lima kata lainnya yang menunjukkan “kasih” dalam surat ini merujuk pada cinta manusia daripada cinta ilahi, 3). Kata kasih ini lebih cocok dengan kesucian karena ini akan menunjukkan keseimbangan antara kekudusan dan kasih. Allah adalah kasih dank arena kasih maka Allah memilih dengan mewujudkan cinta dan kesucian-Nya. 
Penyebab pemilihan ini adalah penetapan Allah kepada orang yang percaya kepada Anak-Nya(1:5, 11). Kata προορίσας “ditandai sebelumnya” memiliki maksud bahwa mereka yang telah ditetapkan telah diadopsi sebagai putra Allah melalui Yesus Kristus sebagai jalan atas pengadopsiaan  tersebut. Konsep ini juga ditemukan dalam Rm. 8:15, 23, Gal. 4:4-7.
Tujuan akhir dari penetapan Allah adalah bahwa orang percaya akan memuji anugerah-Nya yang mulia (ay. 6). Ekspresi dari pujian tersebut juga diberikan setelah karya Anak (ay. 12) dan Roh (ay. 14). Kasih karunia-Nya yang mulia telah diberikan secara gratis kepada kita. Kata diberikan dengan gratis diterjemahkan dari kata ἐχαρίτωσεν sebuah kata kerja dari kasih karunia (kata benda) yaitu χαριτόω kata kerja ini hanya dipakai sekali dalam Perjanjian Baru (Luk. 1:28) secara harafiah kata ini menunjukkan untuk memuji rahmat-Nya yang mulia terhadap kita. Karena itu keslamatan adalah kasih karunia Allah, dengan demikian orang percaya harus memuji Dia untuk hal ini.
Istilah predestinasi ini tidak disebutkan secara eksplisit dalam Perjanjian Lama, namun ditemukan dalam tulisan-tulisan Qumran (1 Qh. 4:31; 15:13-22)  dan Paulus menggunakan kata kerja yang sama seperti ini di dalam Roma surat 1 Korintus, ide ini juga muncul dalam 1 Tesalonika dan 1 Petrus. Konsep ini berbeda dengan konsep Yunani tentang impersonalitas nasib (misalnya semua itu tertulis di bintang-bintang).  Ay. 4 kata ἡμᾶς tidak harus diartikan secara individualitas, yang dapat diartikan bahwa keselamatan orang percaya sudah jelas hingga akhirnya dan menyiratkan ada golongan orang yang tidak menerima keselamatan tersebut akan menerima kengerian. Hal ini juga menunjukkan bahwa kasih Allah nyata bagi mereka yang tidak terpilih. Untuk kata υἱοθεσίαν dapat dibandingkan dengan Gal. 4:5 yang merujuk kepada hubungan khusus sebagai orang percaya. Υἱός, yang dibedakan dari τέκνον (5:1) menunjukkan gagasan hak istimewa, artinya Tuhan tidak memilih kita di dalam Kristus -Dia mungkin telah memilih kita sebagai hamba-Nya- namun Dia juga diperuntukkan bagi kita melalui Kristus dan ini merupakan hak dari Anak Allah, yang mana membawa kita ke dalam persekutuan dengan-Nya dan tidak dalam hal usaha kita tetapi menurut kehendak-Nya yang mutlak namun tidak sewenang-wenang. Mengenai hubungan individual harus diperiksa lebih lanjut sebab Paulus mengatakan bahwa Allah menetapkan mereka dalam keMaha pengetahuan Allah. Beberapa theology berpendapat bahwa kata προέγνω (proegnō, ia mengetahui lebih dulu), disini harus didefenisikan hanya dalam keMaha pengetahuan Allah.  Yaitu Allah telah menetapkan keselamatan orang-orang pilihan-Nya untuk menjadi bagian dari komunitas yang ditebus. Hal ini sesuai dengan Kis. 26:5 dan 2 Pet. 3:17, dimana kata kerja προγινώσκειν jelas berarti “untuk mengetahui terlebih dahulu” menurut pemahaman ini Allah tidak memutuskan utnuk menyelamatkan beberapa orang, sebaliknya Allah telah menetapkan untuk menyelamatkan orang-orang yang ia tetapkan untuk dipilih-Nya. Kesan buruk tentang orang yang tidak dipilih sebenarnya tidak ditunjukkan dalam hal ini. Hal ini perlu dilihat dalam latara belakangnya yang terletak di Perjanjian Lama, dimana Tuhan “untuk mengetahu” (ידע) menunjuk pada perjanjian yang mana ditetapkannya kasih sayang-Nya pada orang-orang yang telah ia pilih (lih. Kej. 18:19 ; Kel. 33:17 ; 1 Sam. 2:12, dsb.).   demikian pula dalam Amos 3:2, pengetahuan Allah akan Israel berbeda dengan bangsa-bangsa yang lainnya yang hampir tidak menyadari atau mengerti bahwa Tuhan telah mengetahu segala bangsa di bumi. Tujuan teks ini menjelaskan bahwa Tuhan telah menetapkan perjanjian kasih-Nya hanya kepada orang Israel.
Dalam Roma 11:2, memberikan kesimpulan yang sama yaitu, Allah tidak menolak umat-Nya yang ia telah ketahui. Kata προέγνω disini berfungsi sebagai antonim untuk ἀπώσατο (apōsato, ia menolak), dengan kata lain, ayat ini mengatakan bahwa Allah tidak menolak umat-Nya kepada siapa telah ia tetapkan dalam kasih-Nya. Perhatikan bahwa objek dari kata προέγνω adalah pribadi, “orang-orang” (οὕς, hous) dan Allah menaruh kasih saying-Nya diatas mereka. Kata προέγνω dan προώρισεν (proōrisen, menetapkan) hampir bersinonim. Banyak sarjana (misalnya, Balz, 1971) mengamati bahwa satu-satunya perbedaan dalam teks ini bahwa Paulus menentukan tujuan penetapan Allah mengacu kepada predestinasi yaitu bahwa kita menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya (συμμόρφους τῆς εἰκόνος τοῦ υἱοῦ αὐτοῦ). Orang-orang yang telah dipanggil Allah telah dibenarkan-Nya (ἐδικαίωσεν, edikaiōsen), kata kerja ini menunjukkan aktifitas penyelamatan Allah kepada setiap orang percaya yang telah dibenarkan-Nya. Akhirnya, mereka yang dibenarkan Allah akan dimuliakan (ἐδόξασεν, edoxasen), kata ini memiliki bantuk aorist yang membuat diskusi mengenai tindakan masa lampau dengan tindakan masa depan yang luar biasa atau tidak biasa. Beberapa orang menduga bahwa bentuk aorist ini adalah ingressive, dengan alasan pemuliaan yang dimulai di kehidupan ini dan mencapai titik puncaknya di masa mendatang.
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa konsep Paulus tentang predestinasi menggambarkan karya Allah yang besar, diman menuntut manusia yang juga aktif di dalam karya ini harus bertanggung jawab atas penetapan ini. Bagi Paulus, konsep yang ia telah rangkum dalam Perjanjian Lama dan disingkronkan dengan teks-teks pada masa dia hidup mengarahkan suatu doktrin mengnai predestinasi yang cukup luas dimana karya Allah yang menyatakan kasih-Nya kepada semua orang yang telah dipilih dan ditetapkan-Nya.

BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan-penjelasan diatas, penulis mencoba menyimpulkan bagaimana konsep Paulus mengenai predestinasi. Bagi penulis ide-ide yang terkait erat dengan pemilihan dan predestinasi adalah elemen-elemen penting dalam struktur teologi pemikiran Paulus. Ia mengembangkannya dalam tema-tema disuratnya, bahkan sering menggunakan kata-kata ini, karena ide-ide ini merupakan suatu susunan penting dalam pemikiran Paulus. Ketika Paulus mengembangkan konsep ini, akhirnya menjadi suatu argumentasi teologis yang sangat kompleks, menjadi suatu doktrin yang tidak dapat dibantah lagi, yang dapat berhubungan erat dengan ide-ide lainya yaitu panggilan, tujuan hidup, nasehat serta karya Allah. Penulis mencoba meringkas konsep Paulus dalam beberapa point:
Pemilihan Allah dan tujuan-Nya, doktrin mengenai Allah merupakan rujukan pertama untuk memahami predestinasi ini karena Allah yang memilih dan pusat dari karya ini, segala sesuatu yang Paulus katakana berkaitan dengan ide dan pengelamannya kepada Allah. Dan dalam pemilihan ini Allah menunjukkan kasih-Nya, rahmat-Nya, karunia-Nya, dan kebijasanaan serta pengetahuan-Nya. Allah melakukan segala sesuatu menurut keputusan dan kehendak-Nya sendiri dan tujuannya adalah penebuasan, (Rm. 8:28).
Predestinasi Allah, Paulus menggunakan kata kerja προορίζω sebanyak 5 kali dengan arti dasar “menentukan sebelumnya”. Predestinasi merupakan kebijakan yang tersembunyi dari Allah. Paulus berbicara mengenai sesuatu yang rahasi, tersembunyi yang telah ditetapkan untuk kemuliaan orang-orang percaya. Kebijakan ini merupakan seluruh rencana keselamatan yang tidak diketahui oleh kekuatan jahat dunia ini , ini merupakan rencana kekal Allah. Tujuan kekal Allah untuk keselamatan memiliki efek melalui kematian Kristus.  Secara istimewa Paulus berbicara bahwa setiap-orang yang ditetapkan ini akan menjadi serupa dengan gambaran Kristus (Rm. 8:29) dan diadopsi ke dalam keluarga Allah (Ef. 1:5). Hal ini dilakukan sesuai dengan kehendak-Nya (Ef. 1:11) dan “dalam” atau “melalui” Kristus. Terkadang penggunaan kata predestinasi ini muncul dengan diikuti atau mengikuti kata sebelum dunia dijadikan, dengan demikian keMahatahuan Allah memiliki hubungan yang konsisten dengan predestinasi.  Paulus mengajarkan bahwa dalam semua urusan Allah dengan tatanan yang diciptakan Dia bekerja berdasarkan suatu rencana yang telah ditetapkan yang kekal sebagai mana diri Allah sendiri yaitu kekal. Dalam rencana ini memiliki tujuan yang pasti yaitu untuk menyatukan segala sesuatu di dalam Kristus (Ef. 1:10). Hal ini meliputi objek, sarana dan tujuan, objek termasuk malaikat, manusia dan Israel yang berarti termasuk pribadi dan karya Kristus serta proklamasi Injil. Tujuan akhir adalah pujian dari kasih karunia Allah yang mulia.
Masalah finalitas predestinasi, Paulus menyadari bahwa kesulitan dalam doktrin ini adalah tentang keadilan Allah dan tanggung jawab manusia atau kebebasan manusia. Bagi Paulus, Allah adalah adil dan tidak akan melakukan apa pun yang menunjukkan keperpihakan. Tuhan tidak akan tidak adil kalau Dia tidak memilih siapa pun, karena semua sama-sama layak menerima penghakiman Allah Karen dosa mereka. Jadi jelas ketidakadilan dalam doktrin in hanya semu dan tidak nyata.  Selain itu, Paulus berkata bahwa kasih karunia Allah yang membawa keselamatan telah muncul untuk semua orang (Tit. 2:11), dan dia pasti setuju dengan Petrus, “Tuhan tidak mau siapa pun yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Pet. 3:9). Mengenai tanggung jawab manusi, Paulus menekankan kebebasan kedaulatan Allah membungkan pemberontakan manusia terhadap Allah bukan untuk membuat Allah masuk akal dan diktator. Paulus berpendapat bahwa tidak perlu kita tahu persis bagaimana Tuhan akan bekerja dalam dan melalui tindakan tanggung jawab kita. Keselamatan tidak bergantung pada setiap usaha manusia tetapi atas pemilihan kasih karunia Allah yang telah memilih orang percaya dalam Kristus sebelum dunia dijadikan.

DAFTAR PUSTAKA

Baan, G. J. TULIP: Lima poko Calvinisme. Surabaya: Momentum, 2009
Bromiley, G. W. The International Standard Bible Encyclopedia, Revised (3:946). Wm. B. Eerdmans, 1988.
Myers, A. C. (1987). The Eerdmans Bible dictionary. Rev., augm. translation of: Bijbelse encyclopedie. Rev. ed. 1975. Grand Rapids, Mich.: Eerdmans
Jamieson, R., Fausset, A. R., Fausset, A. R., Brown, D., & Brown, D. (1997). A commentary, critical and explanatory, on the Old and New Testaments. On spine: Critical and explanatory commentary. (Eph 1:5). Oak Harbor, WA: Logos Research Systems, Inc
Best, E. (1998). A critical and exegetical commentary on Ephesians. Edinburgh: T&T Clark International
Jamieson, R., Fausset, A. R., Fausset, A. R., Brown, D., & Brown, D. (1997). A commentary, critical and explanatory, on the Old and New Testaments. On spine: Critical and explanatory commentary. (Ro 8:29). Oak Harbor, WA: Logos Research Systems, Inc
Schreiner, T. R. (1998). Vol. 6: Romans. Baker exegetical commentary on the New Testament. Grand Rapids, Mich.: Baker Books
Cranfield, C. E. B. (2004). A critical and exegetical commentary on the Epistle to the Romans. London; New York: T&T Clark International