Kamis, 18 Februari 2010

1
PENGANTAR PERJANJIAN LAMA
BAB III
KANONISASI PERJANJIAN LAMA

Perdebatan seputar kanon PL sekarang ini memang kalah gencar daripada kanon PB, tetapi hal
ini tidak berarti bahwa semua topik tentang kanon PL telah menghasilkan konsensus di antara
para teolog. Beberapa isu tetap diperdebatkan, sementara isu-isu lain tetap menjadi misteri.
Istilah
Istilah “kanon” berasal dari bahasa Yunani kanwn. Kata ini telah mengalami perubahan arti,1
walaupun arti-arti yang ada tetap berkaitan. Mula-mula kata ini berarti “tongkat”. Karena pada
jaman dulu tongkat juga dijadikan sebagai alat pengukur, maka kanwn sering dikaitkan dengan
ukuran, pedoman atau peraturan. Hasil pengukuran dengan memakai tongkat ini seringkali
dikumpulkan menjadi sebuah rangkaian. Dengan demikian kata kanwn pun selanjutnya dikaitkan
dengan sebuah daftar yang menjadi pedoman atau ukuran.
Dalam diskusi seputar kanonisasi Alkitab, kata kanwn juga mengalami perubahan arti seperti di
atas. Kanwn mula-mula dipakai dalam arti batasan ajaran atau pedoman iman (Gal 6:16). Sejauh
data yang tersedia, bapa gereja Athanasius (abad ke-4 M) dari Aleksandria kemungkinan besar
adalah orang pertama yang menggunakan kata kanwn dalam arti daftar kitab-kitab yang diakui
sebagai firman Allah. Dalam tulisannya yang berjudul Decrees of the Synod of Nicaea ia
menyebut kitab Gembala Hermas (Shepherd of Herman) tidak termasuk dalam kanon.2
Walaupun istilah kanwn sekarang ini lebih merujuk pada daftar kitab, tetapi makna lain sebagai
ukuran atau pedoman iman tetap tidak dihilangkan. Karena kitab-kitab tersebut adalah firman
Tuhan, maka semua kitab itu harus dijadikan pedoman iman.
Penjelasan di atas mungkin bisa menimbulkan kesalahpahaman. Orang mungkin akan berpikir
bahwa istilah kanwn hanya berkaitan dengan kitab-kitab PB. Hal ini tentu saja tidak tepat. Dalam
diskusi seputar daftar kitab PL yang diakui sebagai firman Allah, istilah kanwn memang jarang
digunakan, namun ide tentang “daftar kitab yang otoritatif” sudah ada jauh sebelum jaman PB,
namun daftar ini tidak disebut dengan istilah kanwn. Pada abad ke-1 M para rabi di Jamnia
menyebut kitab-kitab PL yang otoritatif dengan sebutan kitab yang “mencemarkan tangan”.3
Kenyataannya, kata Yunani kanwn bahkan berasal dari rumpun bahasa Semit qaneh. Sama seperti
kanwn, kata qaneh mula-mula memiliki arti “tongkat” atau “buluh”. Selanjutnya kata ini juga
dipakai dalam arti “timbangan” atau “kaki dian”.4 Kata qaneh tidak pernah diterjemahkan kanwn
dalam LXX, walaupun kata kanwn tetap muncul 3 kali dengan arti yang berbeda-beda (Yud 13:6
1 F. F. Bruce, The Canon of Scripture (Downer Grove: IVP Academic, 1988), 17-18.
2 J. Stafford Wright, “The Canon of Scripture”, The Evangelical Quarterly 19.2 (April 1947):93.
3 Bruce, The Canon, 34-35.
4 Beyer, “kanwn”, Theological Dictionary of the New Testament Vol. III, Gerhard Kittel, ed., trans. by
Geoffrey W. Bromiley (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1965), 596.
2
“cagak pembaringan”; 4Mak 7:21 “peraturan filsafat”; Mik 7:4, di ayat ini kata kanwn artinya
tidak jelas). Philo memakai kata kanwn dalam arti “peraturan”, “perintah” atau “hukum”.
Josephus memakainya dalam arti “ukuran”. Dari penjelasan ini kita dapat mengetahui bahwa
sekalipun kata kanwn dalam arti daftar kitab-kitab yang otoritatif baru dipakai pertama kali di
abad ke-4 oleh Athanasius, namun ide di balik istilah ini sudah ada sebelumnya.
Daftar kitab kanonik
Pembacaan PB secara sekilas sudah cukup untuk menunjukkan bahwa Yesus dan para rasul
mengakui otoritas kitab-kitab PL. Mereka menyebut ayat-ayat PL sebagai kitab suci (Luk 4:21).
Kata “kitab suci” atau “kitab-kitab suci” dalam PB muncul sebanyak 43 kali. Yesus menyatakan
dengan tegas bahwa tidak ada satu bagian pun dari Taurat yang boleh ditiadakan (Mat 5:18).
Segala sesuatu dalam PL harus digenapi (Mat 5:17; Luk 24:27).
Penjelasan di atas membuktikan bahwa pada jaman Yesus sudah ada kitab-kitab tertentu yang
diakui sebagai kitab suci. Bagaimanapun, kita tidak bisa mengetahui secara pasti jumlah kitabkitab
yang dikutip oleh Yesus maupun para rasul. Mereka tidak pernah menyebutkan kitab-kitab
apa saja yang termasuk kitab suci.
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa kitab mana yang diakui sebagai firman Tuhan oleh
Yesus dan para rasul dapat diketahui dari kutipan yang ada. Artinya, jika suatu kitab dikutip oleh
mereka, maka kitab itu pasti adalah firman Tuhan dan layak dimasukkan ke dalam kanon.
Pendekatan seperti ini tampaknya sulit dipertahankan. Para rasul beberapa kali mengutip sumber
yang non-kanonik, misalnya Paulus mengutip pernyataan seorang filsuf Stoa (Kis 17:28-29).5
Sebaliknya, beberapa kitab kanonik justru tidak pernah dikutip secara langsung dalam PB,
misalnya Hakim-hakim, Ruth, Ester dan Kidung Agung. Ketika penulis PB mengutip suatu
sumber maka kita harus memperhatikan cara mereka mengutip sumber itu. Apakah ada indikasi
bahwa para penulis mengakui otoritas dari sumber itu (misalnya dengan penyebutan “kitab suci
berkata”, “seperti ada tertulis”, dsb.)? Begitu pula ketika mereka tidak mengutip suatu kitab
kanonik PL, itu mungkin disebabkan kitab-kitab tersebut memang tidak berkaitan dengan kitab
PB yang sedang mereka tulis. Kita tidak bisa menuntut bahwa semua penulis PB harus mengutip
seluruh kitab PL.6
Karena PB tidak memberi petunjuk yang jelas tentang daftar kitab-kitab kanonik PL, maka kita
sebaiknya memulai penyelidikan dari sesuatu yang sudah pasti terlebih dahulu, yaitu pembagian
kitab-kitab dalam kanon Ibrani. Orang-orang Yahudi menerima 24 kitab sebagai firman Allah.7
5 Lihat C. K. Barret, ed., New Testament Background (rev. ed., San Fransisco: HarperSanFransisco, 1989),
67.
6 Norman L. Geisler & William E. Nix, General Introduction to the Bible (Chicago: Moody Press, 1968),
84-85. Geisler dan Nix menjelaskan hal ini dalam kaitan dengan natur suatu kitab PL. Sebagian kitab bersifat
didaktik dan devosional, sehingga sangat populer dan wajar untuk dikutip, sedangkan kitab-kitab lain tidak memiliki
natur seperti ini sehingga jarang dikutip. Pendapat seperti ini tampaknya terlalu dipaksakan. Kitab 1 & 2 Samuel
yang sangat mirip dengan Hakim-hakim maupun Ruth ternyata dikutip dalam PB (Mat 12:3-4//1Sam 21:1-6).
7 24 kitab ini sama persis dengan 39 kitab dalam versi modern. Jumlah yang berbeda berkaitan dengan cara
penamaan beberapa kitab. Kitab 1 & 2 Samuel digabung menjadi satu kitab, demikian pula kitab 1 & 2 Raja-raja
maupun 1 & 2 Tawarikh. 12 kitab nabi kecil (dari Hosea - Maleakhi) dijadikan satu. Ezra dan Nehemia dianggap
sebagai satu kitab.
3
Semua kitab ini dikelompokkan menjadi TeNaKh: Torah (Taurat), Nebiim (Tulisan Para Nabi)
dan Khetubim (Tulisan-tulisan lain). Berikut ini adalah daftar detil kitab-kitab PL sesuai kanon
Ibrani.
Pembagian Menurut Kanon Ibrani
Torah Nebiim Khetubim
Kitab puisi:
Mazmur
Amsal
Ayub
Nabi-nabi awal:
Yosua
Hakim-hakim
Samuel
Raja-raja Lima Gulungan (Megilloth):
Kidung Agung
Ruth
Ratapan
Ester
Pengkhotbah
Kejadian
Keluaran
Imamat
Bilangan
Ulangan
Nabi-nabi yang kemudian:
Yesaya
Yeremia
Yehezkiel
12 Nabi lain
Kitab sejarah:
Daniel
Ezra-Nehemia
Tawarikh
Ada banyak pertanyaan seputar pembagian di atas. Apakah semua kitab ini diterima secara
bersamaan dan dari semula diatur berdasarkan tiga pembagian di atas ataukah pembagian ini
mengindikasikan penerimaan yang bersifat bertahap? Mengapa Tawarikh ditempatkan setelah
Ezra-Nehemia, padahal secara kronologis seharusnya ada sebelum Ezra-Nehemia? Mengapa
sebagian besar kitab sejarah (menurut versi modern) justru dikategorikan sebagai kitab para
nabi? Mengapa Kitab Daniel malah digolongkan kitab sejarah? Apakah dasar pengelompokan
nabi awal dan yang kemudian? Mengapa Kitab Ruth dikelompokkan dalam jajaran Megilloth?
Mengapa Kidung Agung dan Ratapan tidak dikategorikan sebagai kitab puisi dan dengan
demikian dimasukkan ke dalam golongan pertama?
Beberapa pertanyaan tersebut dapat dijawab, tetapi sebagian tetap menjadi misteri dan topik
perdebatan di antara para teolog. Mari kita mulai dari yang pertama, yaitu sejarah pembagian
kanon Ibrani ke dalam TeNaKh. Sebagian teolog yakin bahwa pembagian kanon Ibrani ke dalam
tiga kelompok tidak terjadi secara bersamaan.8 Sebagian yang lain berpendapat bahwa
penerimaan secara non-formal oleh orang-orang Yahudi harus dibedakan dari proses kanonisasi
yang formal.9 Kelompok yang terakhir ini tetap setuju bahwa kitab-kitab itu secara bertahap
diterima secara non-formal, namun mereka menduga semua kitab itu pada akhirnya diterima
secara resmi dalam suatu peristiwa khusus.
8 H. E. Ryle, The Canon of the Old Testament: An Essay on the Gradual Growth and Formation of the
Hebrew Canon (London: MacMillan, 1895) mungkin adalah orang pertama yang mempopulerkan pandangan ini.
Lihat Stephen Dempster, “An Extraordinary Fact: Torah and the Temple and the Contours of Hebrew Canon, Part
1”, Tyndale Bulletin 48.1 (1997), 27, n13; Bruce, The Canon, 36, n25.
9 Bruce, The Canon, 36-38.
4
Walaupun kita sulit menentukan pendapat mana yang tepat, tetapi kita masih dapat menelusuri
bagaimana suatu kitab diakui otoritasnya (secara formal maupun tidak) oleh orang-orang Yahudi.
Tulisan Musa langsung mendapatkan pengakuan dari orang Israel (Kel 24:3). Tulisan Musa
dikumpulkan dan disimpan di samping tabut perjanjian (Ul 31:26). Yosua diperintahkan Tuhan
untuk menuruti kitab Taurat (Yos 1:8). Pada jaman Raja Yosia ditemukan salinan kitab Taurat
dalam rumah Tuhan, yang menyiratkan bahwa tulisan tersebut diakui sebagai firman Allah (2Raj
23:24). Pada jaman pasca pembuangan pun kitab Taurat tetap diakui sebagai firman Tuhan (Ez
7:6, 10).
Di luar kitab Musa, kita tidak dapat memastikan urutan penerimaan kitab-kitab yang lain.
Alkitab hanya memberikan petunjuk bahwa beberapa nabi yang lebih kemudian mengakui
otoritas pelayanan dari nabi-nabi sebelum mereka (Yer 7:25; Yeh 38:17; Zak 1:4; 7:7).
Bagaimanapun, pengakuan ini tidak merujuk secara eksplisit pada tulisan para nabi. Pengakuan
ini lebih mengarah pada perkataan lisan daripada tertulis. Satu-satunya petunjuk tentang otoritas
tulisan seorang nabi yang diakui oleh nabi lain ada di Daniel 9:2 ketika Daniel mengutip isi dari
tulisan Yeremia. Beberapa teks lain bisa merujuk pada pengakuan terhadap ucapan maupun
tulisan nabi pada masa sebelumnya, misalnya Yeremia mengutip Mikha (Yer 26:18//Mik 3:12),
Mikha mengutip Yesaya atau sebaliknya (Mik 4:1-3; Yes 2:2-4), dsb.
Beberapa bukti tampaknya mengarah pada dugaan bahwa kanon PL sudah final sebelum jaman
PB. Pertama, Lukas 24:44. Dalam bagian ini Yesus memakai ungkapan “kitab Taurat Musa dan
kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” untuk merujuk pada seluruh PL. Penyebutan ini sangat
menarik, karena kitab Mazmur dalam konteks ini kemungkinan besar bukan hanya berdiri sendiri
sebagai suatu kitab, tetapi perwakilan dari seluruh kitab Khetubim (Kitab Mazmur merupakan
kitab pertama dalam daftar kitab-kitab Kethubim).10 Walaupun hal ini hanya sebatas dugaan,11
tetapi dugaan ini tampaknya lebih masuk akal daripada menganggap Kitab Mazmur berdiri
sendiri dan dibedakan dari kitab Taurat dan para nabi. Mengapa Yesus harus menyendirikan
kitab Mazmur (apalagi jika ungkapan “kitab Taurat dan para nabi” sudah merujuk pada seluruh
PL)?12
Kedua, Matius 23:35//Lukas 11:51. Dalam ayat ini Yesus merangkum sejarah penganiayaan
terhadap orang-orang benar dari jaman Habel sampai Zakharia anak Berekhya. Urutan ini pasti
tidak mungkin bersifat kronologis, karena orang benar terakhir yang dibunuh adalah Nabi Uria
(Yer 26:20-23). Penempatan Zakharia bin Berekhya di urutan terakhir sangat mungkin mengikuti
urutan kanon Ibrani. Dalam kanon Ibrani kitab terakhir adalah Tawarikh dan di dalam kitab ini
dicatat tentang kematian Zakharia bin Berekhya (2Taw 24:20-22).13
Ketiga, kitab Yahudi yang lain.14 Kata pengantar Kitab Sirakh berkali-kali memuat ungkapan
“kitab Taurat, para nabi dan kitab-kitab yang lain”. Walaupun sebagian teolog masih
memperdebatkan apakah “kitab-kitab yang lain” merujuk pada Kethubim atau tidak, namun
konklusi ke arah sana tetap lebih masuk akal. Philo membagi kitab suci menjadi “kitab Taurat,
10 Geisler & Nix, General Introduction, 19; Bruce, The Canon, 31-32.
11 Bandingkan Darrell L. Bock, Luke Volume 2, BECNT (Grand Rapids: BakerBooks, 1996), 1937.
12 Lihat pembahasan selanjutnya.
13 Bruce, The Canon, 31.
14 Geisler & Nix, General Introduction, 156-158.
5
kitab para nabi dan lagu-lagu dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi pengetahuan dan kesalehan
yang sempurna”. Josephus menyebutkan pembagian kitab suci ke dalam tiga golongan.
Golongan terakhir dia sebut sebagai “lagu-lagu dan pedoman tingkah laku”. Cara Philo dan
Josephus menyebut bagian yang ketiga tampak sangat sesuai dengan karakteristik kitab-kitab
Kethubim. Dengan demikian pengelompokan ke dalam TeNaKh kemungkinan besar memang
sudah ada jauh sebelum pernyataan resmi dalam Talmud Babilonia (abad ke-4).
Terhadap pendapat di atas, ada satu argumen yang mungkin diberikan sebagai bantahan, yaitu
pemakaian ungkapan “kitab Taurat dan kitab para nabi” (Mat 5:17; 7:12; 11:13; 22:40; Luk
16:16; Yoh 1:45; Kis 13:15; 28:23; Rom 3:21) sebagai salah satu cara yang lazim untuk merujuk
pada seluruh PL. Penyebutan seperti ini mungkin menyiratkan bahwa pada jaman Yesus baru ada
dua golongan kitab yang diterima dalam kanon. Bagaimanapun, hal ini dapat dijelaskan dengan
cara yang lain. Penyebutan “kitab Taurat dan kitab para nabi” mungkin hanya sekadar ungkapan
lain untuk 24 kitab (kanon Ibrani) atau 39 kitab (kanon Yunani) PL.15 Dalam hal ini beberapa
nama penulis kitab yang termasuk dalam kategori Kethubim memang disebut sebagai nabi,
misalnya Daud (Kis 2:30), Daniel (Mat 24:15), Ayub (Yak 5:10).16 Para penulis yang memakai
ungkapan “kitab Taurat dan kitab para nabi” sebagai rujukan untuk PL tanpa diragukan juga
menerima otoritas kitab-kitab Kethubim. Sebagai contoh Yesus mengakui otoritas Mazmur
69:10 (Yoh 2:17), Mazmur 78:24 (Yoh 6:31). Di samping itu, beberapa kitab Khetubim juga
sering disebut sebagai “kitab Taurat”, karena ungkapan “kitab Taurat” memang dapat merujuk
pada seluruh PL” (Mat 5:18 bdk. ayat 17; Yoh 10:34//Mzm 82:6; 12:34//Mzm 110:4;
15:25//Mzm 35:19; 1Kor 15:4//Mzm 16:8-10).
Terlepas dari isu apakah pembagian TeNaKh memang sudah populer pada jaman PB atau tidak,
satu hal yang pasti adalah bahwa seluruh kitab PL yang kita kenal sekarang tampaknya sudah
diterima otoritasnya sebagai firman Tuhan pada jaman PB, walaupun ungkapan yang dipakai
berbeda-beda. Bagi orang Yahudi cara pembagian kitab suci sendiri mungkin tidak sepenting
cakupan dari kitab suci tersebut. Hal ini tampak pada penggunaan ungkapan yang sangat variatif
untuk merujuk pada seluruh kitab PL. Cara Josephus membagi kitab suci ke dalam 3 kategori
pun sedikit berbeda dengan urutan TeNaKh.17 Para penerjemah LXX pun memutuskan untuk
memakai urutan sendiri yang berbeda dengan TeNaKh. Pembagian LXX inilah yang selanjutnya
menjadi dasar pembagian dalam Alkitab versi Latin (Vulgata) dan versi modern lainnya.
15 Geisler & Nix, General Introduction, 18.
16 Bruce, The Canon, 32.
17 Dalam Against Apion 1.38-41 Josephus membagi kitab suci menjadi 5 kitab Taurat, 13 kitab para nabi
dan 4 kitab yang berisi lagu-lagu dan prinsip kehidupan.
6
Berikut ini adalah pembagian berdasarkan kanon Yunani:
Pembagian Menurut Kanon Yunani (LXX)
Taurat Sejarah Puisi Nabi Besar Nabi Kecil
Kejadian
Keluaran
Imamat
Bilangan
Ulangan
Yosua
Hakim-hakim
Ruth
1 Samuel
2 Samuel
1Raja-raja
2Raja-raja
1Tawarikh
2Tawarikh
Ezra
Nehemia
Ester
Ayub
Mazmur
Amsal
Pengkhotbah
Kidung Agung
Yesaya
Yeremia
Ratapan
Yehezkiel
Daniel
Hosea
Yoel
Amos
Obaja
Yunus
Mikha
Nahum
Habakuk
Zefanya
Hagai
Zakaria
Maleakhi
#

Selasa, 02 Februari 2010

“Menjadi pendengar yang baik”

Yakobus 1:19-21 Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.

Akhir zaman ini orang yang mau menjadi pendengar sudah sangat jarang ditemui. Kebanyakan adalah orang yang perkataannya ingin didengar. Tidak heran banyak orang yang membuat situs berbentuk “forum” dimana setiap orang boleh menyampaikan pendapatnya untuk didengarkan oleh orang lain. Karena semua ingin didengarkan, tidak heran forum itu berakhir dengan debat kusir.

Dari cerita diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa mau mendengarkan adalah suatu kelebihan khusus yang tidak banyak dimiliki oleh orang. Modal yang paling utama untuk dapat mendengarkan adalah kerendahan hati. Hanya dengan kerendahan hati maka orang dapat dengan sabar mendengarkan orang lain.

Sama halnya dengan Firman Tuhan, ada bahkan banyak orang yang tidak bisa menjadi pendengar firman Tuhan secara menyeluruh. Firman Tuhan yang menjadi favorit adalah firman Tuhan yang berisikan berkat-berkat jasmani semata. Pengkotbah favorit adalah pengkotbah yang banyak menyampaikan kotbah yang dibarengi dengan humor. Namun jangan heran karena hal itu sudah dinubuatkan dalam Alkitab.

II Timotius 4:3 Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya.

Ada dua hal penting yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar dalam hal ini konteks mendengarkan firman Tuhan.:

1. Memperhatikan apa yang kita dengar.
Markus 4:24a (BIS) Lalu Yesus berkata lagi, "Perhatikanlah apa yang kalian dengar ini!”

Bagaimana cara kita mendengar sangat menentukan pertumbuhan kerohanian kita. Perhatikan di gereja anda bagaimana perkembangan rohani anak-anak Tuhan disana. Gembalanya sama, firman Tuhan yang di sampaikan sama tetapi hasilnya belum tentu sama. Ada jemaat yang bertumbuh dengan cepat ada pula jemaat yang tidak bertumbuh, masih emosian dan gampang tersinggung. Orang yang memperhatikan apa yang didengarnya akan cenderung mengalami pertumbuhan rohani yang maju dengan pesat. Oleh sebab itu ketika mendengarkan firman Tuhan, mari kita perhatikan firman yang di sampaikan sehingga firman itu tidak masuk kuping kiri keluar kuping kanan.

2. Memperhatikan cara mendengar.
Lukas 8:18a Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar.

Firman Tuhan itu bagaikan benih. Bagaimana dia bertumbuh tergantung bagaimana cara kita menerima/mendengarnya.

Ada lima sikap cara mendengar yang baik :
a. Cepat/tangkas dalam mendengar.(Yakobus 1:19)
Dalam II Samuel 23:14-16 dikisahkan suatu kali terjadi peperangan antara pasukan Daud dan pasukan orang Filistin. Pasukan Daud berada dikubunya digunung dan pasukan Filistin berada di Betlehem. Suatu kali Daud ingin minum air dari perigi yang berada di Betlehem di wilayah Filistin dan inilah kata Daud “Sekiranya ada orang yang memberi aku minum air dari perigi Betlehem yang ada dekat pintu gerbang!” Lalu bagaimana reaksi dari anak buah Daud dapat kita lihat pada ayat dibawah :

II Samuel 23:16-17 Lalu ketiga pahlawan itu menerobos perkemahan orang Filistin, mereka menimba air dari perigi Betlehem yang ada dekat pintu gerbang, mengangkatnya dan membawanya kepada Daud. Tetapi Daud tidak mau meminumnya, melainkan mempersembahkannya sebagai korban curahan kepada TUHAN, katanya: "Jauhlah dari padaku, ya TUHAN, untuk berbuat demikian! Bukankah ini darah orang-orang yang telah pergi dengan mempertaruhkan nyawanya?" Dan tidak mau ia meminumnya. Itulah yang dilakukan ketiga pahlawan itu.

Tanpa banyak bertanya dan tanpa menunggu instruksi, ketiga pahlawan itu pergi menerobos pasukan Filistin dan mengambil air itu dan memberikan kepada Daud. Melihat itu Daud sangat terpana dan tidak berani meminumnya karena itu adalah persembahan yang terbaik yang selayaknya diberikan kepada Tuhan dan Daud membawa air itu sebagai persembahan kepada Tuhan.

Inti dari point ini adalah persembahan yang terbaik adalah ketika mendengar firman Tuhan, tanpa banyak tanya langsung melakukan firman itu. Saya jadi ingat satu lagu rohani yang menyatakan pujian yang terbaik adalah mendengar dan melakukan firman Tuhan.

b. Lambat untuk berkata-kata (Yakobus 1:19)
Manusia berkata-kata dalam dua bentuk yaitu berkata-kata dengan orang lain dan berkata-kata pada diri sendiri. Manusia cepat dalam berkata-kata dimotivasi oleh usaha pembenaran diri. Sikap yang baik dalam hal mendengarkan teguran firman Tuhan yaitu kita harus lambat dalam berkata-kata, baik berkata-kata dengan orang lain maupun berkata-kata dengan diri sendiri. Janganlah kita berkata-kata dan berpikir dalam hati bahwa firman itu untuk si A, B, C dan lain-lain. Marilah kita terima firman Tuhan sebagai teguran untuk diri sendiri.

c. Lambat untuk marah.(Yakobus 1:19)
Wujut dari lambat untuk marah adalah tidak gampang tersinggung ketika mendengar teguran Firman Tuhan. Mengapa Daud lebih disayangi Tuhan dari pada Saul padahal dosa Daud lebih besar dari dosa Saul. Daud jatuh dalam perzinahan dan pembunuhan berencana sementara Saul berdosa karena tidak sabar menunggu kedatangan Samuel dimana dia mempersembahkan korban bakaran yang seharusnya dilakukan oleh Samuel. Itu karena kedua pribadi ini memiliki sifat yang berbeda ketika menghadapi teguran firman. Saul ketika di tegur langsung berkata-kata untuk membela dirinya tetapi Daud tidak. Daud ketika di tegur oleh nabi Natan tidak berusaha membela dirinya melainkan bertobat dan minta belas kasihan Tuhan.

II samuel 12:13 Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." Dan Natan berkata kepada Daud: "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.

d. Terimalah firman dengan lemah lembut/rendah hati. (Yakobus 1:21).
Salah satu wujut dari kerendahan hati adalah menerima firman dengan rendah hati. Firman diibaratkan cermin yang senantiasa di arahkan kepada diri sendiri bukan kepada orang lain.
Hati yang lemah lembut diibaratkan tanah yang gembur yang siap digarap kerjakan. Benih hanya bisa tumbuh pada tanah yang lembut sementara pada tanah yang keras dan berbatu-batu benih firman Tuhan tidak akan pernah bisa bertumbuh karena benih itu tidak berakar.

e. Hati yang sudah di persiapkan/firman yang tertanam. (Yakobus 1:21).
Seperti yang saya sebutkan diatas, hati ibaratkan tanah. Oleh sebab itu hati harus senantiasa di rawat agar tidak tumbuh rumput duri yaitu hal-hal yang kotor dan najis. Ketika pada tanah itu tumbuh rumput duri maka benih firman Tuhan tidak akan pernah bertumbuh karena rumput duri akan menguasai tanah itu. Oleh sebab itu sebelum kita mendengar firman Tuhan maka hati harus di persiapkan dengan baik. Singkirkan segala hal-hal yang kotor dan najis. Tuhan Yesus memberkati kita senantiasa. Amin

Tinjauan Teologi mengenai kloning yang sesuai dengan konsep manusia segambar dan serupa dengan Allah

DAFTAR ISI

BAB I 2
PENDAHULUAN 2
BAB II 3
TERMINOLOGI PENGKLONINGAN 3
A. Defenisi kloning (asal-usul dan proses kloning) 3
B. Tujuan pengkloningan 3
C. Manfaat kloning secara umum 5
BAB III 6
TINJAUAN TEOLOGI MENGENAI KLONING SESUAI DENGAN KONSEP MANUSIA SEGAMBAR DAN SERUPA DENGAN ALLAH 6
A. Konsep manusia segambar dan serupa dengan Allah 6
B. Dampak keberdosaan manusia terhadap citra diri manusia. 7
BAB IV 9
KESIMPULAN 9
DAFTAR PUSTAKA 10




BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kesempatan ini kami akan mencoba memaparkan konsep cloning atau kloningisasi dengan pandangan Kristen yang sesuai dengan citra diri manusia yang sudah ada sejak awal penciptaan. Kami berharap materi yang kami sampaikan akan membuka wawasan atau menambah pengertian bahwa ada suatu dampak yang kurang baik atau bahkan dapat semakin buruk dari cloning yang telah dilakukan oleh manusia pada masa ini.

Kami akan memaparkan materi ini secara mendasar sehingga diharapkan setiap pembaca dapat mengerti dengan jelas maksud dan dampak kloning dalam kehidupan manusia sehingga kita tahu bahwa hidup kita seutuhnya dikontrol dan dikendalikan oleh Allah secara bijak dan dengan demikian kita akan mengerti bahwa ada suatu keindahan ketika kita semakin mengerti tentang kedaulatan Allah itu di dalam kehidupan manusia yang telah jatuh di dalam dosa. Keunikan manusia sebagai ciptaan yang tertinggi diantara ciptaan lainnya membuat diri manusia seharusnya menyadari bahwa Allah sangat mengasihi manusia dan juga ingin manusia kembali seperti gambar dan rupa-Nya yang sempurna, sehingga keunikan yang kita dapati seharus kita mendatangkan kemuliaan bagi Allah. Dengan penjelasan berikut ini kami menyepakati bahwa keberdosaan manusia ini menimbulkan kebobrokan terhadap citra diri manusia yang telah jatuh ke dalam manusia dari sepanjang sejarah kehidupan manusia hingga saat ini dan juga mengenai karya manusia dalam mengembangkan ilmu biomedis (kloning).



BAB II
TERMINOLOGI PENGKLONINGAN


A. Defenisi kloning (asal-usul dan proses kloning)

Dalam bahasa aslinya yaitu dari bahasa Yunani kloning : klon dan twig, yang berarti prose menciptakan suatu copy makhluk hidup yang identik secara genetik dengan tetuanya atau aslinya atau orisinilnya. Defenisi umum mengenai kloning adalah Pembiakan melalui teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya. Terapan: Kloning bisa diterapkan terhadap tumbuhan, binatang bahkan manusia. Prosedur Kloning: Kloning dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) yang telah diambil ini selnya (nukleus) dari tubuh manusia yang selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita. Perbandingan antara Pembuahan Alami dengan Kloning: Pembuahan alami berasal dari proses penyatuan sperma yang mengandung 23 kromosom dan ovum yang mempunyai 23 kromosom. Ketika menyatu jumlah kromosomnya menjadi 46. Jadi anak yang dihasilkan akan mempunyai ciri ciri yang berasal dari kedua induknya. Dalam proses kloning, sel yang diambil dari tubuh manusia telah mengandung 46 kromosom, sehingga anak yang dihasilkan dari kloning hanya mewarisi sifat-sifat dari orang yang menjadi sumber pengambilan inti sel tubuh.

B. Tujuan pengkloningan

Sebelum kami memaparkan tujuan kloning, kami memberikan pemahaman dasar tentang kloning yaitu merupakan penggandaan suatu organisme kehidupan. Contoh nyata kloning alami adalah adanya kembar dari dua pasang bersaudara. Keduanya identik secara bentuk tetapi berbeda pada perilakunya. merupakan penggandaan suatu organisme kehidupan. Contoh nyata kloning alami adalah adanya kembar dari dua pasang bersaudara. Keduanya identik secara bentuk tetapi berbeda pada perilakunya. Seiring dengan perkembangan teknologi, manusia mulai menyelidiki bagaimana membuat kloning dari suatu makhluk hidup. Tujuannya pun bermacam-macam. Tetapi dari tujuan tersebut setidaknya ada dua tujuan besar mengapa kloning diteliti, yaitu untuk tujuan pengobatan dan tujuan reproduksi. Kloning dilakukan dengan mengambil embrio dasar dari suatu makhluk hidup, kemudian memberikan instruksi pada embrio tersebut agar bisa menjadi makhluk serupa. Embrio dasar tersebut bisa didapatkan dengan mengambil satu sel sehat dari organ manusia, kemudian sel tersebut ditanamkan pada rahim atau pada tempat lain untuk menumbuhkannya hingga kelahiran embrio tersebut.

Namun sebenarnya tujuan dari kloning tersebut dalam study ilmu pengetahuan adalah
• Menentukan urutan basa nukleotida penyusun gen tersebut
• Menganalisis atau mengidentifikasi urutan basa nukleotida pengendali gen tersebut
• Mempelajari fungsi RNA / protein/enzim yang disandi gen tersebut
• Mengidentifikasi mutasi yang terjadi pada kecacatan gen yang mengakibatkan penyakit bawaan
• Merekayasa organisme untuk tujuan tertentu, misalnya memproduksi insulin, ketahanan terhadap hama, dll.

Sarjana-sarjana barat telah banyak melakukan eksperiment yang berhubungan dengan kloning ini. Penelitian dilakukan pada unggas dan mamalia. Dari sekian banyak penelitian untuk unggas hampir seluruhnya berhasil. Contohnya seperti kloning pada chimes (sejenis ayam hasil kloning dari ayam petelur dan ayam berdaging) yang dilakukan oleh Rob Etches. Kloning ini ternyata berhasil dan menghasilkan suatu organisme baru yang unggul yang memiliki daging banyak dan produktif dalam menghasilkan telur. Sedangkan kloning pada mamalia, meskipun berhasil melahirkan suatu organisme tetapi organisme tersebut ternyata tidak memiliki daya tahan tubuh yang memadai sehingga mamalia hasil kloning seluruhnya mati dalam waktu yang singkat setelah dilahirkan, misalnya Gaur (bison thailand yang dikloning agar tidak punah) dan Dolly (domba hasil kloning). Sehingga dari sini kami menyimpulkan bahwa tujuan kloning sebenarnya baik dan bermanfaat bagi umat manusia. Namun sayangnya hal ini sangat memiliki berbedaan yang tidak cocok dan kurang bijaksana menurut pandangan Alkitab.




C. Manfaat kloning secara umum

Ada beberapa manfaat penggunaan kloning yaitu : a) Kloning tumbuhan dan hewan memperbaiki kualitas dan produktivitas tanaman dan hewan. Memanfaatkan tanaman dan hewan, melalui proses kloning, untuk mendapatkan obat. b) Kloning Embrio Kloning embrio terjadi pada sel embrio yang berasal dari rahim istri atas pertemuan sel sperma suami dengan sel telur istri. Sel embrio itu kemudian diperbanyak hingga berpotensi untuk membelah dan berkembang. Setelah dipisahkan sel embrio itu selanjutnya dapat ditanamkan dalam rahim perempuan asing (bukan istri). Akan tetapi jika sel-sel embrio itu ditanamkan ke dalam rahim pemilik sel telur, maka kloning tersebut hukumnya mubah. c) Kloning Manusia walaupun dengan alasan untuk memperbaiki keturunan; biar lebih cerdas, rupawan lebih sehat, lebih kuat dll. Dengan demikian, pada umumnya manfaat kloning berguna bagi tumbuhan dan hewan yang kemudian oleh para ahli dikembangkan melalui uji coba kepada manusia dan ternyata percobaan itu berhasil sehingga menimbulkan keinginan manusia untuk “mengcopy” diri mereka sendiri yang kemudian menimbulkan dampak negatif karena kecendrungan manusia yang merasa ingin lebih dan lebih serta merasa bahwa bisa “menciptakan” sesuatu.



BAB III
TINJAUAN TEOLOGI MENGENAI CLONING SESUAI DENGAN KONSEP MANUSIA SEGAMBAR DAN SERUPA DENGAN ALLAH


A. Konsep manusia segambar dan serupa dengan Allah

Kami akan memulai dengan menjelaskan terminologi dasar dari penciptaan manusia yaitu dari kata “ Tselem, dan, Demuth ” (Kej. 1:26). Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, kata gambar dan rupa ini berasal dari kata tselem (Ibrani), image (Inggris), dan morphe (Yunani) yang memiliki pengertian yaitu suatu gambar yang memiliki bentuk atau patronnya. Dari konsep ini kita akan langsung mendapatkan pemahaman yang salah jika kita memandang bahwa Allah memiliki konsep yang sama persis secara fisik dengan manusia dan yang nantinya akan membuat kita berpikir bahwa wajah dan fisik Allah banyak karena sesuai dengan jumlah manusia yang ada di bumi ini.

Demuth yang berarti teladan atau rupa, likeness (Inggris), skema (Yunani), yang memiliki pengertian mirip dengan bentuk dalam arti sesuatu yang modelnya harus seperti bentuk yang pertama dan berari hidup kita harus sesuai dengan bentuk pertama. Sedangkan kata “dan” dalam teks aslinya tidak muncul, sebab kata ini muncul dalam penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta/LXX). Sehingga konsep atau pemahaman mengenai segambar dan serupa ini adalah sama dan tidak seharusnya dibedakan dengan adanya kata penghubung tersebut. Dalam I Kor. 11:7, menjelaskan bahwa manusia tercipta dengan memiliki kesucian dan kepribadian. Kesucian yang dimaksud adalah manusia dijadikan dengan pengetahuan yang baik dan jahat, manusia dijadikan suci dan tidak berdosa. Sedangkan kepribadian yang dimaksud adalah manusia dijadikan satu pribadi seperti Allah, dan memiliki pengetahuan tentang dirinya sendiri, dan memiliki kehendak untuk dirinya sendiri. Adapun hasil dari penciptaan manusia yaitu secara jasmani, rohani dan jiwa. Secara jiwa, manusia telah mengetahui banyak hal dari sebab akal budinya. Secara jasmani, manusia manusia itu elok dan mulia. Secara rohani, manusia itu mempunyai kesadaran yang tidak dihalangi dosa, dan memiliki keinsafan akan hal-hal rohani serta memiliki persekutuan dengan Allah yang tidak dihalangi.

Menurut Russel B. Byrum dalam bukunya Christian Theology, ia mengatakan bahwa essensi dari penciptaan manusia itu adalah mengenai hal hubungan religinya kepada Allah yang Maha kuasa, sebagai pencipta alam semesta sehingga tujuan utamanya mengenai relasi manusia dengan Allah Sang pencipta alam semesta. Dari pemahaman ini kami menyimpulkan bahwa sejak dari penciptaan hingga saat ini manusia memiliki satu tujuan hidup yang pasti yaitu untuk berkomunikasi dengan Allah dan bersekutu dengan Allah.

B. Dampak keberdosaan manusia terhadap citra diri manusia.

Setelah kami memaparkan pemahaman mengenai pengertian dasar tentang manusia dicipta, maka setidaknya sudah ada konsep bahwa gambar rupa manusia itu berpola dari sang pencipta yaitu Allah sendiri. Dalam bagian ini kelompok kami akan mensinkronkan dampak dosa terhadap totalitas kehidupan manusia hingga saat ini.

Telah dipahami bahwa Adam dan Hawa telah jatuh ke dalam dosa karena tidak taat terhadap larangan yang diberikan oleh Allah kepada mereka, sehingga menimbulkan dampak yang besar bagi generasi berikutnya. Dosa ini disebut sebagai dosa asal, yang kemudian berkelanjutan dan berdampak hingga umat manusia saat ini. Dalam perkataan James L. Garrett, ia menjelaskan bahwa dosa asal ini berdampak hingga menimbulkan unsur atau sifat dissolute (tidak bermoral) yang akhirnya menimbulkan kecendrungan dari manusia untuk berkelakuan menyimpang terhadap perintah-perintah dan ketetapan-ketetapan Allah. Kebejatan serta kebobrokan manusia ini juga menimbulkan suatu bentuk kesombongan manusia yang ingin meninggikan diri dan beranggapan bahwa merekalah manusia yang sempurna dan makhluk yang dapat menguasai dunia ini, dilihat dalam kejadian 11:1-9 yaitu pembuatan menara Babel yang direncanakan oleh manusia untuk dapat menyamakan diri mereka dengan Allah.

Jadi, dengan demikian kami menyimpulkan bahwa melalui tinjauan teologi terhadap kloning sesuai dengan konsep manusia segambar dan serupa dengan Allah merupakan suatu problem besar dalam kalangan Kristen sebab dari perkembangan biomedis ini dapat menimbulkan kesombongan diri manusia dari keberhasilan mereka ini maka akan hilang konsep atau kepercayaan setiap manusia terhadap Allah, mengapa? Karena manusia akan merasa mampu untuk “menciptakan” diri mereka sendiri sesuai keinginan mereka. Di dalam Alkitab pun keberagaman dan perbedaan merupakan suatu kelengkapan atau kesatuan yang unik bukan merupakan pemisah, hal ini juga berdampak bagi penggunaan kloning sebab semakin banyak kloning dikembangkan maka akan ada makhluk hidup yang seragam dan serupa, dan tidak sesuai dengan segambar dan serupa dengan Allah oleh karena kesamaan yang ada itu membuat dunia akan berisi dengan manusia atau makhluk hidup yang sama dan serupa, coba kita bayangkan dan imajinasikan keadaan tersebut!

Secara teologis dan Alkitabiah, kloning sangat berpengaruh buruk untuk masa depan manusia. Apabila kloning itu berkembang terus-menerus maka secara tidak langsung sang pencipta atau Allah akan hilang dengan sendirinya dari pikiran dan hati manusia serta menimbulkan kehancuran yang fatal jika kita semua akan melupakan Allah yang pencipta atau creator alam semesta dan anugerah yang ada itu bisa “hilang” karena kebobrokan manusia tersebut. Menurut hendrikus Berkhof, citra diri yang sehat itu sendiri tidak pernah menjadi tujuan akhir; tetapi lebih merupakan presaposisi, bantuan dan akibat dari fungsiny seseorang sacara benar di dalam relasi rangkap tiga yaitu antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesama, serta manusia dengan alam dan tidak ada relasi keempat yaitu relasi manusia dengan dirinya sendiri.


BAB IV
KESIMPULAN

Setelah kami memaparkan pengertian kloning dan juga ditinjau dari segi teologi maka kami menyimpulkan bahwa seharusnya orang Kristen mengerti dan memahami dampak kloning terhadap kelanjutan kehidupan manusia terutama relasi manusia dengan Allah yaitu persekutuan dan hubungan pencipta dengan yang dicipta perlu adanya ketaatan sikat hamba dalam diri makhluk yang dicipta.

Dengan demikian kami berharap agar pemahaman dan pemaparan yang kami paparkan dapat membuka setiap wawasan dan juga ketaatan serta ketundukan kita sebagai manusia terhadap Allah dan tidak dengan mudah menghilangkan konsep Alkitab yang mengatakan bahwa Allahlah yang menciptakan seluruh alam semesta tanpa menteorikan konsep penciptaan dengan cara manusia atau penelitian secara biologis, karena kita tahu bahwa konsep manusia itu tidak kuat dan relatif serta akan dapat menimbulkan dampak negatife sebagai contoh yaitu teori Darwin. Jadi, mari kita lihat bahwa kedaulatan Allah itu meliputi seluruh kehidupan manusia sejak awal hingga akhir dimana Ia akan datang untuk menjemput dan menghakimi kita.


DAFTAR PUSTAKA

Tong, Stephen. Peta dan teladan Allah: potensi dan krisis sifat manusia. Jakarta: Timur Agung, 1990.

Brill, J. Wesley. Dasar yang teguh. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.

Byrum, Russel B. Christian Theology. Indiana: Warner Press, 1972

Garrett, James Leo. Systematic Theology volume 1. Michigan: William B. Eerdmans, 1990.

http://www.indoforum.org/showthread.php?t=53754

http://www.angelfire.com/ri/Ricoaries68/kloning.html

Grudem, Wayne. Systematic Theology.

Berkhof, Hendrik. De Mens Onderweg. The Hague: Boekencentrum, 1962.

Hoekema, Anthony A. Manusia: Ciptaan Menrutu Gambar Allah. Surabaya: Momentum, 2008.

Perkembangan Musik Gereja

A. PERAN GEREJA DALAM PELAYANAN MUSIK

”KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku-perintahkan kepadamu. Dan ketehuilah, AKU menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:18-20)

”Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” (Kolose 3 : 16)

Melalui kedua ayat di atas kita belajar tentang AMANAT AGUNG bagi Gereja. Ada 4 hal yg penting untuk dilakukan oleh Gereja : pemberitaan Injil, pengajaran, persekutuan, dan ibadah. Ke-4 hal tersebut harus mendasari peranan dan tugas Gereja dalam dunia ini. Sesungguhnya di antara 4 hal tsb, ”ibadah” adalah inti dari ke-4nya. Ia harus mendasari ke-3 unsur yg lain, karena yg lain tidak dapat berperan tanpa adanya ibadah. Ibadah bukan hanya sekedar nama atau stempel bagi pengikut Kristus, tetapi dinamo yg menggerakkan dan menghidupkan semua orang maupun aktifitas yg dilakukan oleh Gereja. Berdasarkan Amanat Agung maka semua pelayanan Gereja harus mengandung 4 hal tsb, tidak terkecuali ”MUSIK”. Musik adalah elemen yg penting dalam ibadah Kristen, sehingga sifatnya lebih ”vertikal”, meskipun unsur horizontalnya jg tidak dapat dilupakan. Musik Gereja atau lebih tepat disebut ”Musik Ibadah” mempunyai Visi dan Misi. Inilah yg membedakan musik ibadah dengan musik sekuler. Dan karena Visi dan Misi Gereja terdapat dalam Amanat Agung, maka musik ibadah juga demikian adanya.

B. APAKAH MUSIK GEREJA ITU?

Apakah arti MUSIK itu? Ia telah memberikan peranan yg sangat penting dalam sejarah manusia. Mengapa? Sebab ia merupakan ekspresi/ungkapan isi hati manusia. Setiap orang mempunyai berbagai macam emosi, dan emosi memerlukan saluran. Saluran bagi ungkapan emosi manusia dapat berupa gerakan badan atau vokal. Ungkapan fisik dapat berupa tarian, dan ungkapan vokal da[at berupa musik. Ungkapan-ungkapan semacam ini lambat laun menjadi suatu seni. Musik punya pengaruh yang kuat bagi emosi manusia, ia dapat menjadi alat yg hebat untuk merangsang emosi pendengarnya-mengangkat, memberi inspirasi, mendorong, memperangkap seseorang, dan dapat menjatuhkan atau menghancurkan seseorang.

Apakah yg dikatakan oleh Alkitab mengenai Musikl? Sesungguhnya Alkitab banyak berbicara tentang musik. La Mar Boschman dlm bukunya ”Rebirth Of Music” menulis :

”Music is mentioned in the Bible over 839 times. God must consider music important to mention it that many times in His Word. God doesn’t waste words. He doesn’t fill in spaces in the Bible. Each word is there for a reason. Hell is mentioned a little over 70 times, yet how much do we know about hell? Most of us can describe it very vividly. We can picture the flames leaping up at us, yet hell is only mentioned 70 times. Music is mentioned 12 times as often, god must consider music very important. In fact, it is one of the major emphases of the Bible.”

Musik merupakan anugerah Allah kepada manusia. Martin Luther sebagai Bapak Reformasi mengatakan : ”Music is a gift of God, not of men”. Ronald Allen dan Gordon Borror, penulis buku “Worship, Rediscovering The Missing Jewel”, mengatakan : “Allah menganugerahkan musik agar kita dapat memperkembangkannya dan menggunakannya untuk mengungkapkan kreatifitas kita di dalam penyembahan dan ibadah kepada Allah”.

Dalam kitab Mazmur yg merupakan BUKU NYANYIAN orang Yahudi dapat kita lihat pentingnya peranan musik dalam ibadah. Sebagai contoh dalam Mazmur 95 : 2 “Biarlah kita menghadap wajahNya dengan nyanyian syukur, bersorak-sorak bagiNya dengan nyanyian mazmur.” Dalam Alkitab bahasa Inggris kata “nyanyian mazmur” itu bunyinya : “music and song”, sehingga artinya jelas sekali bahwa tekanan untuk mendekati Allah melalui musik itu diutamakan.

Setelah kita ketahui asal-usul musik dan maksud dari musik tersebut, marilah kita selidiki dalam kitab Keluaran 20 tentang 10 Perintah Allah yg melarang penggunaan beberapa macam cabang seni untuk sarana beribadah (contoh : membuat patung). Tetapi tidak satu katapun yg melarang penggunaan musik untuk beribadah. Sehingga kesimpulan kita ialah Allah mengijinkan penggunaan musik untuk ibadah bani Israel. Musik sangat berkembang dalam kehidupan bani Israel, bahkan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan raja Daud yg juga terkenal sebagai seorang ahli musik. Bahkan ia telah melihat kuasa yg terkandung dalam musik yg dimainkannya ketika ia harus melayani raja Saul di istana. Setiap kali Saul dapat ditenangkan kembali pada waktu Daud memainkan musik. Ketika Daud menjadi raja, ia yakin bahwa musik mempunyai peranan penting bagi pelayanan ibadah dalam Bait Allah. Hasil karyanya yg terutama adalah dibentuknya organisasi musik dalam Bait Allah, yg merupakan organisasi musik gereja yg pertama (I Tawarikh 25). Sejak saat itu musik memegang peranan penting dalam Bait Allah.

Dalam beberapa peristiwa dalam Alkitab kita melihat bahwa Allah merupakan pusat dari kegiatan musik. Misalnya : Tembok Yerikho runtuh pada waktu terompet dibunyikan (Yosua 6 : 4-20), Elisa memerlukan seorang pemain musik untuk bermain baginya agar Roh Allah turun ke atasnya (2 Raja-Raja 3 : 15), dll. Puncak dari pelayanan musik terjadi pada waktu pentahbisan Bait Allah jaman Raja Salomo, ketika kemuliaan turun memenuhi Bait Allah saat musik dimainkan (2 Tawarikh 5 : 11-14). Kitab Mazmur adalah kitab nyanyian bani Israel, di dalamnya kita temukan beberapa alat musik yg dapat dipakai untuk beribadah. Dengan melihat jumlah alat musik yang disebut, kita pasti yakin bahwa semua alat musik yg terdapat pada masa itu dipakai semuanya tanpa kecuali, sehingga hal ini membuktikan bahwa musik dalam Perjanjian Lama bukan hanya musik yg tenang dan khidmat saja, tetapi kadang juga ramai seperti yg dikatakan oleh Mazmur 100:1 ” Bersorak-soraklah bagi Tuhan, hai seluruh bumi.”

Sebaliknya dalam Perjanjian Baru, kita menemukan musik vokal lebih daripada musik instrumental. Tetapi penggunaan musik vokal di sini tidak bermaksud untuk menghilangkan penggunaan alat musik. Melainkan untuk menunjukkan bahwa musik mempunyai tempat yg penting sebagai sarana untuk mengungkapkan pujian kepada Allah. Perjanjian Baru menganjurkan agar umat Kristen menyanyikan mazmur, nyanyian rohani dan puji-pujian bagi Tuhan seperti yg terdapat dalam Efesus 5:18-21, Kolose 3 : 16, I Korintus 14:15, dan Yakobus 5 : 13. Don Hustad seorang tokoh dalam bidang musik gereja dan bekas pemain orhan dalam kampanya KKR Dr.Billly Graham, melihat bahwa Perjanjian Baru menekankan tentang peranan manusia dan asal-usul musik yang Ilahi. Ia berkata bahwa musik itu mengalir keluar dari pengalaman manusia.

Dari ayat-ayat di atas kita yakin bahwa Perjanjian Baru tidak menolak penggunaan musik. Perjanjian Baru dibuka melalui sebuah OVERTURE, yaitu nyanyian malaikat untuk kedatangan Mesias. Yesus sebagai tokoh utama tidak juga menolak musik. IA tetap memegang tradisi untuk menyanyikan pujian sesudah Perjamuan Paskah (Matius 26 : 26-30, Markus 14 : 26). Rasul Paulus dan Silas memuji-muji Tuhan ketika berada dalam penjara hingga pintu dan belenggu terlepas (Kisah Para Rasul 16 : 25-30). Puncak dari musik Gereja dapat kita baca dalam kitab Wahyu. Sejak awal yg dimulai dengan penglihatan Yohanes atas Takhta Allah samapai pada penglihatan tentang Yerusalem Baru suara musik memenuhi kitab ini. Dalam kitab Wahyu kita melihat suatu program liturgi ibadah dan penyembahan yg sangat indah. Kita melihat demonstrasi peleburan antara musik dan ibadah. Hal ini juga membuktikan bahwa musik mempunyai dimensi eskatologi. Kitab ini cocok sekali jika disamakan suatu lagu penutup dari sebuah konser musik dari Perjanjian Baru atau bahkan Alkitab.

Musik dan ibadah tidak dapat dipisahkan, sehingga untuk mencapai hasil yang prima dalam ibadah kita harus menggabungkan keduanya. Oleh karena itu peranan musik adalah : ”Untuk menciptakan kesadaran akan kehadiran Allah dan suasan untuk ibadah, menghidupkan jiwa manusia, menyatukan jemaat dalam suatu pengalaman ibadah bersama dan menyatakan iman jemaat”. Dengan kata lain, musik dapat menjembatani hubungan antara iman seseorang dengan perasaan dan sikap hidupnya.

Waktu sekarang ini yang kita lihat adalah hal yg memprihatinkan di bidang musik gereja. Karena sekarang ini yg memegang kendali musik bukan lagi Gereja, tetapi sebaliknya Gereja banyak dipengaruhi oleh musik sekuler. Bahkan di mana-mana musik gereja menjadi suatu usaha bisnis yang besar dan menguntungkan. Memang hal ini tidak dapat dicegah sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi modern yg ditemukan oleh umat manusia. Tetapi yg menyedihkan adalah musik tidak berperan aktif lagi dalam ibadah Kristen, baik secara kelompok maupun secara perseorangan. Ada kalanya musik telah dieksploatir atau dimanipulasikan sebagai entertainment saja atau untuk menggugah emosi. Meskipun jemaat mendapat porsi yg cukup banyak dalam menyanyi, tetapi porsi ini tidak cukup menjamin bahwa jemaat telah dipersiapkan untuk menerima Firman Tuhan dan pengalaman ibadah yg memuaskan. Kadang-kadang yg kita temukan di gereja adalah susunan liturgi dengan nyanyian-nyanyian yg dari minggu ke minggu dipakai tanpa perubahan sehingga kita dapat menerka nyanyian apa yg akan dinyanyikan sedudah acara ini dan sebagainya. Bahkan Paduan Suara Gereja yang menempati suatu acara yg cukup penting seringkali tidak dapat mempersiapkan sidang dalam beribadah. Keluhan yg sering terdengar adalah kurangnya lagu-lagu baru dan repertoire yg up to date menyebabkan mereka mengulang-ulangi nyanyian yg lama.

Apakah keluhan ini benar? Memang keluhan ini benar, tetapi sebagian kecil saja. Sebab kita tidak berani memakai nyanyian baru yg mempunyai akord-akord yg modern dan sedang ”in” saat ini. Kita semua takut kalau dianggap tidak becus menyanyikan musik-musik standard dari Eropa yg telah dakui sebagai yg terbaik dan paling cocok untuk musik gereja. Sampai-sampai kita lupa bahwa dunia di sekeliling kita telah berubah, dan tidak banyak lagi orang yg dapat menikmati dan mencernakan musik yg kita bawakan.

Jika kita kembali kepada peranan Gereja dan musik yg sejalan, maka kita harus mengintrospeksi diri sendiri mengenai musik-musik yg kita sajikan kepada sidang. Pertama-tama kita harus ingat musik itu harus dapat menolong jemaat untuk mengalami ibadah yg benar, jadi mereka harus mengerti apa yg mereka dengar atau nyanyikan. Sebab itu berilah mereka nyanyian yg dapat mereka nikmati sehingga menolong mereka untuk melihat kebenaran Allah dan menyadari dirinya sebagai manusia yg memerlukan Allah. Yang kedua, kita harus ingat musik termasuk cabang seni. Dan harus kita ingat juga bahwa seni tidak pernah mandeg, tetapi terus berkembang. Tidak mungkin untuk membendung atau mencegah perkembangannya. Jalan satu-satunya : Janganlah mencoba untuk membendung atau menolaknya, tetapi ikutilah alirannya tanpa harus tenggelam di dalamnya. Hanya degan cara inilah kita dapat kembali menempatkan musik pada proporsi yg sebenarnya di dalam gereja tanpa membingungkan dan membosankan pendengar atau penyanyi.

Apakah semua musik akan dapat dipakai dalam ibadah? Marilah kita mendengarkan apa yang dikatakan oleh Rev. Virgil C. Funk : ”The musician has every right to insist that music be godd. But although all liturgical music should be good music, not all good music is suitable to the liturgy. The nature of the liturgy itself will help to determine what kind of music is called for, what parts are to be preferred for singing and who is to sing them.” Setiap musik mempunya tempat sendiri-sendiri, dan kesempatan untuk tiap musik dimainkan juga bebeda-beda, Oleh sebab itu seseorang yg berkecimpung dalam dunia musik gereja harus peka terhadap musik yg mereka pilih. Bukan hanya yg mereka senangi atau kenal saja, tetapi terutama kesempatan yg diberikan itu harus sesuai dengan musik yg mereka pilih. Mengenai komposisinya, dapat dipilih dari yang klassik sampai dengan yg modern, asal sesuai dengan suasananya. Dan harus diingat pagelaran musik gereja tidak boleh hanya menjadi sarana hiburan saja, tetapi harus membawa suasana beribadah yg mengingatkan manusia kepada kebesaran Allah sang Pencipta.

Carl Harter menulis dalam bukunya “The Practice of Sacred Music” : “The chief, and perhaps only, difference between the music of the church and secular music is a difference in function. Where secular music is free to address itself to any man’s emotions , the music of the church is restricted to serving the Word of God, its presentation to man and man’s response to the Word. Church Music is never an end in itself; nor its function to entertain.” Jelaslah sekarang perbedaan antara musik gereja dan musik sekuler. Musik gereja harus selalu menunjukkan kepada Allah, tetapi musik sekuler adalah musik untuk diri sendiri (bagi pemusiknya maupun pendengarnya).

Musik harus dijadikan senjata utama dalam misi gereja di dunia, oleh karena itu “iman” dari para penyanyinya harus nampak dan dapat dirasakan melalui nyanyian atau musik yang dimainkannya. Kita tidak boleh memandang musik hanya sebagai pengisi acara kebaktian saja. Nyanyian Gereja/rohani bukan saja menjadi kesaksian, tetapi juga alat untuk menyampaikan kesaksian itu. Musik sebagai alat pertumbuhan rohani harus dimulai dari lutut kita semua. Ia bertumbuh melalui iman dan pengabdian. Oleh karena itu musik harus dipilih berdasarkan kebenaran theologinya, baik dalam pemberitaannya maupun dalam penjiwaannya bukan hanya karena segi-segi artistik saja.

Karena musik adalah dari Allah dan untuk dikembalikan kepada Allah maka kita harus melihat kembali apa yang patut kita kerjakan untuk musik agar menempati porsi yang benar. Pertama, kita harus menyadari betapa besar dan kuatnya pengaruh musik terhadap banyak hal, terutama emosi manusia. Kedua, seni tidak dapat dicegah perkembangannya tetapi harus diikuti tanpa ikut terhanyut di dalamnya. Dalam hal ini kita harus bergantung kepada pimipinan Roh Kudus. Bila kita telah memakai jenis musik yg mana saja, janganlah lupa untuk mengingat bahwa fungsi musik adalah untuk melayani dan memuliakan Allah, bukan untuk mencari pujian bagi diri pribadi. Thomas L. Are dalam bukunya ”Faithsong” menulis bahwa musik itu mati, yang dapat memberikan hidup adalah penyanyinya atau pemain musiknya. Jadi semua yg dilakukan oleh pemain musik atau penyanyi akan tercermin dalam musik yg dibawakannya. Ketiga, semua orang yg terlibat dalam pelayanan musik dalam gereja harus ingat bahwa mereka melayani Allah, janganlah mencoba untuk meninggikan diri sendiri. Tetapi dengan rendah hati memberikan semua yg mereka punyai, baik bakat, talenta dan sebagainya bagi Allah. Ingat, ini bukan berarti kita harus berpuas diri dan tidak usah belajar lagi, karena semua sudah diserahkan kepada Roh Kudus. Justru kita harus meningkatkan diri agar pelayanan musik makin meningkat dan makin sempurna. Kesempurnaan harus selalu kita kejar.

I. Sebelum Masa Kristus

Pada dasarnya manusia merupakan makhluk religius walaupun ia sering ingkar janji. Dalam kehidupan manusia terdapat suatu kesadaran akan adanya suatu makhluk yang mahakuasa. Sekalipun suku bangsa yang paling primitif pun merupakan makhluk religius ketika ia mencoba untuk menggenapi kewajibannya terhadap kuasa yang tak kelihatan itu. Sejak permulaan sejarah musik. selalu menjadi suatu hubungan yang unik dengan pengalaman ibadah manusia.

Ada banyak bukti mennnjukkan bahwa kebudayaan Mesir, salain satu kebudayaan yang paling awal, menggunakan musik secara intensif dalam upacara ritual religius, Orang Mesir memiliki banyak instrumen musik, dari sistrum sampai harpa dengan 12 atau 13 senar. Tak diragukan lagi, Yunani, yang kebudayaannya tak kalah pentingnya memperoleh pengetahuan tentang musik dan prakteknya dari orang-orang Mesir.

Orang Yunani sangat banyak menggunakan musik dalam upacara keagamaan mereka dan menyatakan bahwa musik mempengaruhi moral dan emosi manusia dan menganggap musik berasal dari dewa-dewa. mereka.

Walaupun bangsa Ibrani, menggunakan musik dalam ibadah mereka kepada Yehova, namun musik tidak pernah dikembangkan seperti bangsa Yunani. Orang Ibrani, tidak Seperti orang Yunani, tidak menghubungkan musik dengan moralitas. Bagi orang Ibrani, seni yang dianggap penting kalau bila dipakai untuk memuja dan memuji Yehova.

Sebagian besar yang kita ketahui tentang ibadah orang Ibrani ada dalam kitab Perjanjian Lama. Di dalamnya kita mendapati sejumlah besar acuan yang membuktikan pentingnya musik vokal dan instrumental dalam ibadah orang Ibrani. Kata musik pertama-tama tertulis dalam Kejadian 4:21, di mana Yubal disebutkan sebagai "bapa, semua orang yang memainkan kecapi dan suling". Dalam Kitab. Suci ada kira-kira 13 instrumen yang berbeda, yang disebutkan, yang dapat diklasifikasikan sebagai instrumen dengan senar, instrumen tiup atau perkusi. Ada sejumlah penyanyi dan lagu disebutkan dalam Perjahjian Lama, misalnya: Lagu Miriam (Keluaran 15:20-21) Lagu Musa (Keluaran 15:2) Lagu Debora dan Barak (Hakim-Hakim 5:3) ` Lagu ucapan Syukur Hana (1 Samue12:1-10) Lagu ueapan syukur dan pelepasan dari kejaran Saulus yang dinyanyikan Daud (II Samuel 22)

Semua kata yang berkenaan dengan musik, pemusik, instrumen musik, lagu, penyanyi dan nyanyian disebutkan 575 kali dalam seluruh isi Alkitab. Acuan yang berkaitan dengan musik didapati dan 44 dari 66 kitab dalam, Alkitab. Kitab Mazmur yang terdiri dari 150 pasal, dianggap berasal mula dari sebuah kitab yang berisi nyanyian.

Dengan jatuhnya Yerusalem di bawah kekuasaan Daud dan ditempatkannya kemah suci di kota itu, ibadah yang dilakukan menjadi semakin semarak dan dilengkapi dengan pagelaran musik. Suku Lewi ditugaskan untuk memberikan pelayanan musik dan memimpin ibadah ini. Di bawah kepemimpinan Daud paduan suara dan orkestra besar pertama dikelola untuk dipakai sebagai bagian dari ibadah di kemah suci.

Ketika Salomo, anak Daud, menjadi raja dan membangun Bait Allah yang pertama, semarak,pagelaran musik menjadi semakin agung Yosephus, sejarawan Yahudi yang terkenal, menulis bahwa dalam Bait Allah yang pertama ada 200.000 peniup terompet dan 200.000 penyanyi berjubah yang dilatih untuk ikut serta dalam ibadah ini. II Tawarikh pasal lima memberikan laporan tentang hadirnya sejumlah besar penyanyi dan instrumen musik, dalam ibadah tersebut:

Setelah kembali dari tampat pembuangan di Babel, ibadah di Bait Allah kembali dilaksanakan, dengan pembangunan Bait Allah, yang kedua. Walaupun yang kedua ini tidak seindah yang pertama, namun jelas bahwa pagelaran musik merupakan bagian dari ibadah orang Ibrani. Kitab Talmud Yahudi menjelaskan tradisi menyanyikan mazmur dalam Bait Allah kedua.

II Kelahiran Yesus Kristus

Dengan datangnya era baru, yaitu kelahiran Yesus Kristus, suatu semangat dan motif baru, yang tak dikenal oleh orang Mesir, Yunani,; Romawi dan Yahudi, rnelanda kesadaran beragama. Ini merupakan suatu kesukacitaan karena memiliki hubungan secara pribadi dan akrab dengan Allah melalui pribadi dan karya keselamatan Anak-Nya, Yesus Kristus ibadah tidak lagi terbatas pada Bait Allah atau rumah ibadat, tetapi setiap orang percaya menjadi bait bagi Allah yang hidup. Ini tidaklah sema dengan demonstrasi yang semarak dan berirama yang dikumandangkan agama-agama purba: Ini merupakan sukacita disertai dengan ibadah kepada Pribadi Kristus.

Walaupun sebagian besar ibadat umat Kristen dilakukan secara rahasia karena penindasan pemerintah Romawi, namun tidak dapat disangkal musik sudah menjadi ekspresi natural bagi sukacita kristiani. Sejarah gereja mencatat bahwa banyak martir yang menghadapi kematian sambil mendendangkan lagu pujian tentang Juruselamat mereka. Kita melihat bahwa musik digunakan secara ekstensif sejak zaman awal para rasul dan masa gereja pasca para rasul dan kita dapat membacanya dalam Efesus 6:19, Kolose 3:16, Kisah Para Rasul 16:25, den Yakobus 5:13.

Memang benar bahwa sumber utama, baik pada zaman Yudaisme kuno dan orang Kristen yang mula-mula, ialah mazmur. Namun, selain itu kita juga mendapati nyanyian Maria, Magnificat - Lukas 1:46-55; nyanyian Zakharia, Benedictus ---Lukas 1:68-79; nyanyian para malaikat, Gloria in Exelsis . Lukas 2:14; nyanyian Simeon, Nunc Dimittis -- Lukas 2:29; nyanyian Yesus - Matius 26:30. Nyanyian lain dalam Perjanjian Baru ialah nyanyian Paulus dan Silas dalam Kisch Para Rasul 16:25, dan nyanyian orang-orang tertebus dalam Wahyu 14:3 dan 15:3. Musik gereja Kristen yang mula-mula kebanyakan vokal, dengan sedikit perhatian terhadap pemakaian instrumen.

Dengan diizinkannya kekristenan berkembang di bawah pemerintahan Konstantin Agung, organisasi yang sederhana dari gereja, para rasul lambat laun berkembang menjadi suatu sistem liturgi dan ibadah yang kompleks. Pada masa inilah St. Ambrose dari Milan banyak mendorong jemaat agar banyak memuji Tuhan. Akan tetapi lambat laun, para pengikut perorangan semakin sedikit memperoleh porsi dalam ibadah sementara pendeta memegang seluruh rincian liturgi, termasuk puji- pujian dalam ibadah.

III. Abad Pertengahan

Seribu tahun berikutnya, meliput kurun waktu dari abad keempat sampai kepada periode Renaissance-Reformasi, yang biasa disebut sebagai Abad Pertengahan, atau Abad kegelapan oleh para sejarawan. Lagu-lagu yang dinyanyikan oleh para imam merupakan perkembangan musik gereja yang paling penting dari abad keempat sampai keenam. Asal mula sebenarnya dari lagu-lagu ini tidak diketahui. Pemimpin musik yang terkenal saat itu ialah St. Gregory Agung yang hidup menjelang akhir abad keenam. Lagu-lagu gereja pada masa ini sering disebut sebagai "Lagu- Lagu Cregoriari.

Abad ketujuh sampai masa Renaissance-Reformasi menyaksikan banyak aktivitas dan perkembangan musik yang penting Liturgi untuk misi dibuat dan ditetapkan Liturgi ini terdiri dari dua bagian utama: Misa umum dan berjenis-jenis bagian sebuah misi. Misa umum tergantung pada penekanannya. Jenis-jenis misi lainnya juga dikembangkan pada masa ini. Liturgi dari misa-misa ini penting karena memberikan struktur-struktur musikal bagi banyak komposisi paduan suara, baik oleh orang Katolik maupun Protestan, selama berabad-abad. Salah satu contohnya ialah B. Minor Mass karangan Bach.

Abad pertengahan ini juga menandai bertumbuhnya harmoni, yang semakin maju dari nyanyian bersama menjadi mengharmoniskan dua atau lebib suara kepada satu suara melodi utama. Bagian-bagian melodi utama ini, yang dikenai sebagai cantus firmus, secara umum dipinjam dari lagu-lagu gereja yang mula-mula. Alat-alat polifonik dan untuk mengiringi lagu digunakan dalam musik ini mencapai hasil yang sempurna melalui musik duu komposer terbaik dari lagu rohani sepanjang zaman, yaitu Palestine dari abad keenam belas dan J.S. Bach, 1685-17b0.

IV. Periode Renaissance Reformasi

Periode berikutnya yang penting dalam sejarah ialah periode Renaissance-Reformasi dari tahun 1450 sampai 1600. Periode ini ditandai dengan bangkitnya perhatian dalam aktivitas intelektual dan seni. Dalam arti religius, Reformasi, yang mencapai klimaksnya oleh Martin Luther dengan "95 Tesis pada Pengakuan Augsburg" pada tahun 1517, sangat panting baik secara teologis maupun secara musikal bagi seluruh pengikut aliran ini. Pada masa itu orang-orang Kristen menyadari kebenaran dari suatu hubungan pribadi dengan Allah melalui iman di dalam Yesus Kristus saja.

Adalah wajar bila dengan hadirnya kesukacitaan baru timbullah keinginan untuk mengekspresikan penyembahan dan pujian. Jemaat menyanyikan lagu-lagu pujian dan paduan suara merupakan suatu kekuatan dalam gerakan baru ini. Baik teman-teman maupun musuh Luther mengatakan bahwa ia memperoleh lebih banyak petobat barn melalai. pemanfaatan dan dorongan nyanyian jernaat daripada yang dilakukannya melalui khotbah Luther sendiri mengatakan bahwa musik merupakan pemberian Allah yang paling baik dan agung di dunia.

John Calvin dan El-ich Zwingli juga menyadari pentingnya nyanyian jemaat walaupun tidak seintensitas Luther. Calvin menyarankan agar musik diajarkan di sekolah sehingga mereka dapat belajar menyanyikan mazmur di sana dan akibatnya, dapat menyanyi dengan baik dalam ibadah d hari Minggu. Karena para reformator merasa bahwa hanya lagu- lagu dengan latar belakang Kitab Sucilah yang tepat untuk ibadah, maka hanya versi metrikal dari mazmur yang dipakai di gereja beraliran reformasi dan dinyanyikan bersama. Clement Marot merupakan tokoh . penyanyi mazmur metiikal pads mase itu dan kitab nyanyian Mazmur yang paling panting ialah Kitab Nyanyian Mazmur Jenewa, yang diterbitkan pada tabun 1562.

V. Ahad Ketujuh Belas

Pada masa ini di Inggris kaum Puritan menjadi musuh utama gereja Anglikan. Mereka menuduh bahwa gereja sudah tidak murni lagi berafiliasi dengan gereja Roma. Mereka berusaha untuk mengurangi jatah ibadah sesederhana mungkin, selain membentuk pemerintahan gereja yang lebih demokratis. Kaum "Puritan berkembang di bawah pemerintahan yang lemah, tetapi bila pemerintahan, kuat, pengaruh mereka semakin memudar.

Praktek-praktek golongan Puritan yang menentang tata cara ibadah terutama disebabkan oleh ajaran Bohn Calvin. Sering, para pengikutnya menjadi lebih fanatik daripada pemimpinnya sendiri: Sebagai pengikut Calvin, mereka menerima isi Alkitab sebagai dasar semua aturan, hanya menerima nyanyian mazmur metrikal dinyanyikan bersama, menolak paduan suara, dan organ gereja, dan mereka memakai taktik yang, radikal dan kejam untuk mencapai cita-cita mereka. Ini merupakan lembaran hitam dalam sejarah gereja. Pada masa itu banyak tempat ziarah kuno dihancurkan, kaca-kaca berwarna dipecahkan, ornamen dihancurkan, perpustakaan dan organ gereja juga ikut dimusnahkan.

Dengan terjadinya restorasi hukum Stuart, Charles II dan penetapan kembali liturgi gereja Anglikan, berkembanglah suatu bentuk musik; yaitu nyanyian gereja yang diambil dari Kitab Suci (anthem).

Bentuk modern dari anthem dalam bahasa Inggris banyak dipengaruhi oleh. salah satu komposer Inggris - yang terkenal, Henry Purell. Anthem dalam bentuk nya yang sekarang merupakan campuran dari motet kuno dan kantata Jerman.

VI. Abad Kedelapan Belas

Abad kedelapan belas sudah siap menerima nyanyian pujian baru dari Isaac - Watts, 16741748, yang sering disebut sebagai "Bapak Lagu Pujian" dan musik: penggerak jiwa dari keluarga Wesley.

Isaac Watts menggunakan lagu pujiannya untuk meringkaskan khotbahnya dan mengekspresikan teologi Calvinistiknya. Ia percaya sepenuhnya bahwa karena lagu pujian merupakan persembahan kepada Allah, maka setiap orang harus menyanyikannya sendiri. Jika nyanyian mazmur harus dipakai menegaskan bahwa nyanyian itu harus dikristenkan dan dipermodern. Beberapa hasil karyanya ialah: "When I Survey the Wondrous Cross", "Jesus Shall Reign Wherever the Sun".

Gerakan Wesleyan merupakan percikan api yang menimbulkan kebangunan rohani beser-besaran di Inggris. Mereka berjuang melawan agnostisisme dan lagu-lagu yang diperkenalkan oleh keluarga Wesley merupakan suatu faktor penting daiam kebangunan rohani tersebut. John sebagai pengkhotbah dan Charles sebagai pemusik menulis dan menerjemahkan 6500 lagu pujian, walaupun sebagian besar kini sudah tak terpakai lagi. Teologi mereka menentang penekanan pada "pilihan" dari ajaran Calvin. Mereka menggubah lagu pujian mengenai hampir seluruh tahapan dalam pengalaman kristiani dengan penuh kehangatan dan keyakinan. Abad kedelapan belas juga menghasilkan bentuk lain dari musik rohani, yaitu oratorio. Walaupun Heinrich Schuitz dan kemudian J.S. Bach telah menggubah banyak musik drama yang dikenal sebagai Passion Music, yang menggambarkan penderitaan Kristus, namun George Frederick Handel, 1686-1759, yang pertama menulis musik dramatis rohani dalam bahasa Inggris. Oratorionya yang paling terkenal, The Messiah, pertama kali dipagelarkan di Irlandia pads taun 1742. Komposer oratorio lain yang terkenal ialah: Franz Joseph Haydn yang menciptakan The Creation dan Felix Mendelssohn yang menciptakan The Elijah.

VII: Abad Kesembilan Belas

Sementara kebanyakan penulis lagu pujian pada abad ke-17 dan 18 membuat komposisi musik yang sarat dengan keyakinan doktrin mereka, para penggubah lagu pujian abad ke-19 banyak dipengaruhi oleh semangat abad Romantik yang berniat memperbaiki kualitas literatur dari lagulagu pujian. Salah satu kompo ser lagu pada malam ini ialah Reginald Heber yang menciptakan lagu "Kudus, Kudus, Kudus".

Pada tanggal 14 Juli J833 suatu gerakan religius baru muncul di Inggris dengan sebutan Gerakan Oxford atau Trac tarian. Gerakan ini berusaha menegakkan suatu ibadah yang lebih saleh dengan khidmat dengan penggunaan musik dalam kebaktian. Gerakan ini mempertahankan teori gereja yang universal dan rasuli, seperti yang diajarkan oleh Kristus sendiri. Gerakan ini memberi banyak pengaruh kepada gereja-gereja Protestan dengan dibentuknya paduan suara anak-anak, penggunaan jubah, dan praktek ritualistik rumit lainnya, seperti penggunaan lambang, arak-arakan, dan nyanyian di akhir kebaktian.

VIII. Nyanyian Rohani di Amerika Serikat

Di AS, para pendatang baru menggunakan nyanyian mazmur yang dipakai mereka di Inggris, dengan pikiran bahwa Allah akan tersinggung bila me reka menggunakan iagu pujian lain yang tidak sesuai dengan apa yang ditulis dalam Kitab Suci. Pada abad ke-18 dan awal abad ke-19, lagulagu pujian dari Watts, Wesley mulai diterima di gereja-gereja di Inggris. Sangat menarik untuk dicatat bahwa pada awal sejarah AS, antara tahun 1620-1820, hanya satu lagu yang digubah komposer AS yang masih dapat ditemukan dalam buku nyanyian dewasa ini. Lagu tersebut I Love Thy Kingdom, Lord ditulis oleh Timothy Dwight.

Mungkin Salah satu bentuk nyanyian yang berbeda yang disumbangkan dalam khazanah lagu-lagu pujian di AS ialah dengan munculnya lagu- lagu Injil (gospel songs). Orang banyak mengatakan bahwa lagu-lagu Injil berasal mula dari lagu-lagu spiritual dan Sekolah Minggu dari abad ke-19. Lagu-lagu Injil memperoleh dorongan yang nyata dalam masa paruh kedua abad ke-19 dengan usaha penginjilan yang dilakukan oleh D.L. Moody dan Iran Sankey.

IX. Suatu Pandangan ke Masa Lalu, Masa Sekarang, dan Masa Depan

Suatu studi tentang masa yang silam mengungkapkan, bahwa gereja Kristen telah mewarisi kekayaan musik sepanjang abad Baru sumber-sumber seperti: terjemahan dari lagu-lagu pujian Yunani dan Latin, lagu pujian dan nyanyian untuk paduan suara dari periode Reformasi; nyanyian mazmur metrikal yang dimasukkan Calvin, Marot, dan penyanyi mazmur pada zaman itu; lagu lagu pujian Watts, Wesley yang mengandung unsur "ketenangan manusiawi" dan komposer abad ke-17 dan 18 lain yang memiliki ajaran doktrin yang kuat, musik-musik Injil dari abad ke-19 dan ke-20, terutama sangat berguna untuk usaha penginjilan dan akhir abad ke-19 dan ke-20 dengan penekanan kuat pada tingkah laku kristiani dan tanggung jawab social terhadap Injil. Sebuah lagu pujian gerejawi yang baik seharusnya mewakili seluruh unsur-unsur komposisi yang baik. aesa sekarang dan ke masa depan menunjukkan banyak trend yang akan menguasai musik gereja injili. Semakin banyak sekolah Alkitab, akademi, dan seminari yang memberi penekanan dan penganjaran tentang musik gereja lebih daripada sebelumnya".

Akhir-akhir ini semakin banyak pimpinan gereja yang tertarik untuk mengembangkan musik gerejawi. Ada beberapa seminar tentang musik. Semakin banyak gereja yang menyadari akan pentingnya paduan suara dan untuk itu persiapan memang harus dilakukan sejak usia dini, yaitu sejak di Sekolah Minggu, dan sesuai dengan kelompok usia. Selamanya, karena musik dan pendidikan memiliki hubungam erat, maka suatu program musik yang terpadu di gereja merupakan alat yang penting untuk mengembangkan suatu program pendidikan Kristen yang kuat. Tetapi, perlu kita akui bahwa masih, banyak yang harus dibenahi.

X. Kesimpulan

Kenneth W. Osbeck dalam bukunya The Ministry of Music menyatakan bahwa untuk mencapai program musik yang efektif dan utuh dalam gereja biasanya membutuhkan usaha dan kesabaran. Biasanya ada banyak kendala menghadang, seperti: kelalaian puas dengan diri sendiri, langkanya latar belakang pendidikan musik, tradisi, pra sangka. Mungkin juga seorang pimpinan musik di gereja tidak sampai melihat hasil nyata dari kepemimpinannya pelayanan musiknya di gereja.

Dan satu hal yang perlu diingat bahwa musik yang baik dan program musik yang hebat bukanlah tujuan utama dalam kehidupan berjemaat. Oleh karena itu program musik gereja harus dititikberatkan untuk menarik individu-individu kepada karya keselamatan yang sudah diberikan Kristus dan kemudian memimpin mereka kepada kehidupan Kristen yang lebih penuh dan dipenuhi Roh Kudus (TRA).