Rabu, 07 April 2010

perbandingan konsep sorga dan konsep Nirwana


Daftar Isi





BAB I

PENDAHULUAN


Tema perbandingan antara konsep sorga dan juga konsep Nirwana yang dipilih oleh penulis merupakan suatu ide yang muncul oleh karena penulis merasa dan ingin meneliti kemiripan dan kesamaan antara dua ajaran yang menjadi konsep bagi Kristen dan juga Budha sendiri.
Penulis sendiri memiliki tujuan untuk mendalami konsep ini karena penulis mau memaparkan dan menjelaskan tentang keberadaan dan kenyataan sorga yang diakui dan dipercayai oleh orang Kristen serta melihat apakah ada kesamaan dengan Nirwana yang dipercaya oleh orang Budha. Sebab, penulis melihat bahwa setiap orang di dunia pasti akan meninggal pada saatnya dan dengan demikian yang menjadi pertanyaannya adalah kemanakah mereka itu??? Ini yang menjadi tolak ukur penulis untuk memaparkan paper ini, karena konsep sorga dan Nirwana adalah suatu tujuan akhir hidup manusia dalam kontek dan pemahaman ajaran agama masing-masing. Kiranya dengan pemaparan ini maka pembaca akan memahami perbedaan pemahaman mengenai sorga dan Nirwana.


BAB II

KONSEP SORGA DALAM AJARAN KRISTEN


Pada bab ini penulis akan memaparkan konsep yang dimiliki oleh orang Kristen mengenai sorga. Namun penulis akan menjelaskan konsep sorga itu melalui pemahaman etimologi serta terminologinya.

Etimologi sorga


Kata sorga berasal dapat dilihat dari asal bahasa Ibrani dan Yunani yaitu ~yIm;v' (shamayim) dalam bahasa Ibrani dan ouvrano,j dalam bahasa Yunani. ~yIm;v' memiliki arti yaitu surga/langit, langit yaitu langit yang terlihat, langit yaitu sebagai tempat tinggal para bintang, sebagai alam semesta yang terlihat,  Surga sebagai tempat tinggal Allah  Asalnya: dari akar kata yang berarti harus tinggi. Dengan demikian sorga merupakan suatu keberadaan, sebuah tempat yang terletak atau berada di atas dimana Allah bertempat tinggal. Sedangkan ouvrano,j memiliki arti yaitu melompati bentangan langit dengan segala sesuatu yang terlihat di dalamnya, alam semesta, dunia, langit udara atau langit, daerah di mana awan berkumpul, dan di mana guntur dan kilat dihasilkan langit tempat bintang, daerah di atas langit, tahta yang kekal dan sama sekali sempurna dimana Allah tinggal dan makhluk surgawi lainnya. Dari pengertian ini maka dilihat ada kesamaan pemahaman secara etimologi dari dua unsur kata ~yIm;v dan ouvrano,j bahwa sorga merupakan tempat tinggi, di atas letaknya ataupun alam semesta yang merupakan tempat tinggal dan tahta Allah yang kekal.[1]

Terminologi sorga


Ada penafsir dan sejarahwan yang memberikan argument serta tanggapan mereka mengenai pengertian dari sorga itu sendiri:
1.    Sering Surga diartikan sebagai tempat yang dianggap dalam berbagai agama merupakan tempat tinggal Tuhan atau dewa-dewa dan bila irang itu baik maka setelah mati ia akan ke tempat itu, sering digambarkan sebagai keberadaan di atas langit.
2.    Tempat atau keadaan suatu kebahagiaan tertinggi.
3.    Langit juga digunakan dalam seruan sebagai pengganti untuk Allah[2]
Dalam pemahaman yang lainnya sorga juga diartikan sebagai : Langit atmosfir, surga dapat digunakan untuk menggambarkan troposfer-ruang yang melingkupi bumi dan memperluas ke ketinggian sekitar enam mil. Hal ini berarti langit atmosfer merupakan bumi menerima embun (Ul. 33:13), embun beku (Ayub 38:29), hujan dan salju (Yesaya 55:10), angin (Ayub 26:13), dan guruh (1 Sam 2:10).. Awan berada di langit atmosfer (Mazmur 147:8), dan burung-burung terbang di dalamnya (Kej. 1:20). Karena kebutuhan untuk kehidupan di bumi-embun, hujan, salju, angin datang dari surga. Langit-alam, Surga juga digunakan untuk menggambarkan alam atau dunia, matahari, bulan, bintang, dan planet-planet. Tuhan menciptakan alam semesta (Kejadian 1:1; Ps. 33:6). Tempat tinggal Allah, surga ini adalah tempat khusus di mana Allah tinggal, sebagai salam dalam doa Yesus menunjukkan ("Bapa kami yang di sorga" Mat 6:9). Hal ini membuktikan bahwa di surga Allah bertakhta (Mzm. 2:4; Isa. 66:1); dari surga adanya penghakiman Allah (Kej. 19:24; Josh. 10:11), tetapi berkat Tuhan juga datang dari sorga (Kel 16:4). Dari surga Allah melihat ke atas umat-Nya (Ul. 26:15); dari surga Dia mendengar doa mereka (Mzm. 20:6); Dia turun dari langit (Mazmur 144:5). Hal ini membuktikan juga bahwa di surga rencana Allah yang berdaulat didirikan (Mzm. 119:89).[3]
Jadi, dengan melihat konsep pemahaman sorga dari etimologi dan juga terminologi yang ada maka penulis mencoba mengkonsepkan kesimpulan dari sorga yang diajarkan dalam keKristenan yaitu sorga merupakan tempat dimana setiap orang Kristen yang telah percaya dan telah ditetapkan untuk layak masuk ke dalam sorga setelah kematian mereka, tempat ini merupakan tempat tinggal, tempat dimana Allah berada dan tempat dimana Ia meletakkan dan merancangkan kerajaan-Nya serta letak yang pasti menurut penulis adalah di atas alam semesta ini, di tempat yang tinggi dan kudus.



BAB II

KONSEP NIRWANA DALAM AJARAN BUDHA


Setelah penulis memaparkan konsep surga yang diajarkan dalam ajaran Kristen sekarang penulis akan memaparkan sebuah konsep tentang keberadaan orang setelah kematian dalam ajaran Budha yang lebih dikenal dengan Nirwana. Pada hakekatnya konsep nirwana antara ajaran Hindu dan Budha berbeda dan tidak bisa disamaratakan.
Ada banyak definisi yang mungkin akan menggambarkan makna dari apa yang disebut nirwana. Nirwana adalah sebuah penyataan etis, sebuah kondisi di mana tidak ada lagi reinkarnasi, hasrat, dan penderitaan. Kadang istilah ini juga didefinisikan sebagai kebebasan dari kungkungan tubuh, kesadaran akan kedamaian yang paling agung, dan sebuah kebahagiaan yang sempurna dan tanpa hasrat. Nirwana merupakan akhir dari karma.[4] Ada juga yang berpendapat Nirwana itu adalah kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa. Kebahagiaan Nirwana tidak dapat dialami dengan memanjakan indera, melainkan dengan menenangkannya. Nirwana bukanlah suatu tempat. Nirwana bukanlah suatu ketiadaan atau kepunahan. Nirwana bukanlah suatu surga. Tidak ada kata yang cocok untuk menjelaskan Nirwana ini. Nirwana dapat direalisasi dengan cara melenyapkan keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan bathin (moha).[5] Ada juga yang mengatakan bahwa menurut bunyinya arti Nirwana ialah pemadaman.[6]
Namun dalam praktikanya, Nirwana memiliki dua proses keberadaan dimana sesorang dapat mengalami dan merasakan Nirwana tersebut. Nirwana dapat dicapai ketika masih hidup (Sa-upadisesa Nirwana) dan ketika meninggal dunia (An-upadisesa Nirwana). Sebagai contohnya, ketika Pangeran Siddhartha mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Samma Sambuddha, maka pada saat itu Beliau mengalami Sa-upadisesa Nirwana. Ketika Buddha Gotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di Kusinara, maka Beliau mencapai An-upadisesa Nirwana atau Parinirwana.[7] Sesuai dengan adanya dua tingkatan dalam pencapaian Nirwana tersebut, maka diberikan pula penjelasan lebih lanjut mengenai pemadaman tersebut. 1. Pemadaman yang sempurna dari segala hawa nafsu, keadaan ini mulai berlangsung pada saat tercapai kesucian yang sempurna dalam kehidupan seseorang. 2. Terpadamnya skanda-skanda[8] dengan sempurna, ini berarti proses keadaan badani dan rohani seseorang dan tidak lagi berjalan terus, keadaan ini akan terjadi pada kematian orang yang suci (Arahat).[9]



BAB III

KESIMPULAN


Dari hasil pemaparan di atas, penulis melihat tujuan dari pemaparan ini sangat jelas yaitu baik sorga yang diajarkan dalam agama Kristen dan juga Nirwana yang diajarkan dalam agama Budha sangat jauh berbeda. Konsep sorga merupakan suatu tempat yang terletak di atas alam semesta ini dimana Allah tinggal dan bernaung, sedangkan Nirwana bukanlah suatu tempat atau alam kehidupan, melainkan keadaan yang terbebas dari semua kekotoran batin yang menjadi sebab penderitaan dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kepedihan, ratapan dan keputus-asaan, yaitu Keserakahan (Lobha), Kebencian (Dosa), dan Kebodohan Batin (Moha). Dan bila dilihat dari cara pencapaiannya pun sangat jauh berbeda. Dengan jelas juga adalam ajaran Budha mereka tidak mengatakan bahwa Nirwana itu adalah sorga bagi orang Budha sendiri.
Jadi, akhir hidup seorang Kristen dan seorang Budhis berbeda. Orang Kristen yang telah ditetapkan akan meninggal dan masuk ke dalam sorga sedangkan Nirwana menjadi suatu tempat atau keberadaan yang sangat membahagiakan saja.



DAFTAR PUSTAKA


Honig, A. G.  Ilmu Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
Thayer, Joseph Henry. A Greek-English Lexicon of the New Testament. Grand Rapids: Zondervan, 1962.
Brown, Francis; Driver, S. R. and Briggs, Charles A. A Hebrew and English Lexicon of the Old Testament. Oxford: Clarendon, 1968.
Smith, Wilbur M. The Biblical Doctrine of Heaven. Chicago: Moody, 1968.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nirwana
http://www.wihara.com/forum/zen/1219-nirwana-menurut-filsafat-mahayana-zen.html
http://misi.sabda.org/riwayat_dan_ajaran_gautama



[1] Wilbur M. Smith, The Biblical Doctrine of Heaven (Chicago: Moody, 1968), p. 27
[2] Francis Brown, S. R. Driver, and Charles A. Briggs, A Hebrew and English Lexicon of the Old Testament (Oxford: Clarendon, 1968), p. 1029.
[3] Joseph Henry Thayer, A Greek-English Lexicon of the New Testament (Grand Rapids: Zondervan, 1962), p. 464
[4] http://misi.sabda.org/riwayat_dan_ajaran_gautama
[5] http://www.wihara.com/forum/zen/1219-nirwana-menurut-filsafat-mahayana-zen.html
[6] A. G. Honig Jr.,  Ilmu Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), hal. 210
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Nirwana
[8] Faktor-faktor penyusun tubuh fisik dan pikiran
[9] A. G. Honig Jr.,  Ilmu Agama