Senin, 13 September 2010

SEKlLAS PANDANG TENTANG ALlRAN FILSAFAT MODERN


SEKlLAS PANDANG TENTANG ALlRAN FILSAFAT MODERN


I. IDEALISME
a. Pengertian Pokok.
Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap bahwa
realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa. ide-ide dan pikiran atau yang
sejenis dengan i tu.
b. Perkembangan Idealisme.
Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan
sejarah pikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat Barat kita temui dalam bentuk
ajaran yang murni dari Plato. yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah
yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang
ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam idea itu.
Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang
menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yang berada dalam
benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat
dikatakan sepanjang masa tidak pernah faham idealisme hilang sarna sekali. Di
masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh
semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung ulama-ulama filsafat yang mengakui aliran serba dua
seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian
dan kebendaan maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting
daripada kebendaan.
Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada
penganut Idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak
memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman Idealiasme pada masa
abad ke-18 dan 19 ketika periode Idealisme. Jerman sedang besar sekali
pengaruhnya di Eropah.
C. Tokoh-tokohnya.
1. Plato (477 -347 Sb.M)
2. B. Spinoza (1632 -1677)
3. Liebniz (1685 -1753)
4. Berkeley (1685 -1753)
5. Immanuel Kant (1724 -1881)
6. J. Fichte (1762 -1814)
7. F. Schelling (1755 -1854)
8. G. Hegel (1770 -1831)
II. MATERIALISME
a. Pengertian Pokok.
Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa dunia
ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu.
b. Perkembangan Materialisme.
Pada abad pertama masehi faham Materialisme tidak mendapat tanggapan
yang serius, bahkan pada abad pertengahan, orang menganggap asing terhadap
faham Materialisme ini. Baru pada jaman Aufklarung (pencerahan), Materialisme
mendapat tanggapan dan penganut yang penting di Eropah Barat.
Pada abad ke-19 pertengahan, aliran Materialisme tumbuh subur di Barat.
Faktir yang menyebabkannya adalah bahwa orang merasa dengan faham
Materialisme mempunyai harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu
pengetahuan alam. Selain itu, faham Materialisme ini praktis tidak memerlukan dalildalil
yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataankenyataan
yang jelas dan mudah dimengerti.
Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum
agama dimana-mana. Hal ini disebabkan bahwa faham Materialisme ini pada abad
ke-19 tidak mengakui adanya Tuhan (atheis) yang sudah diyakini mengatur budi
masyarakat. Pada masa ini, kritikpun muncul di kalangan ulama-ulama barat yang
menentang Materialisme.
Adapun kritik yang dilontarkan adalah sebagai berikut :
1. Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan sendirinya dari
khaos (kacau balau). Padahal kata Hegel. kacau balau yang mengatur bukan lagi
kacau balau namanya.
2. Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum alam.
padahal pada hakekatnya hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.
3. Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada asal benda
itu sendiri. padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber dari luar alam itu
sendiri yaitu Tuhan.
4. Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang paling
mendasar sekalipun.
c. Tokoh-tokohnya.
1. Anaximenes ( 585 -528)
2. Anaximandros ( 610 -545 SM)
3. Thales ( 625 -545 SM)
4. Demokritos (kl.460 -545 SM)
5. Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
6. Lamettrie (1709 -1715)
7. Feuerbach (1804 -1877)
8. H. Spencer (1820 -1903)
9. Karl Marx (1818 -1883)
III. DUALISME
a. Pengertian Pokok.
Dualisme adalah ajaran atau aliran/faham yang memandang alam ini terdiri
atas dua macam hakekat yaitu hakekat materi dan hakekat rohani. Kedua macam
hakekat itu masing-masing bebas berdiri sendiri, sama azazi dan abadi.
Perhubungan antara keduanya itu menciptakan kehidupan dalam alam Contoh yang
paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakekat ini adalah terdapat dalam diri
manusia.
b. Tokoh-tokohnya.
1. Plato (427 -347 Sb.H)
2. Aristoteles (384 -322 Sb.H)
3. Descartes (1596 -1650)
4. Fechner (1802 -1887)
5. Arnold Gealinex
6 .Leukippos
7. Anaxagoras
8. Hc. Daugall
9. A. Schopenhauer (1788 -1860)
IV. EMPIRISME
a. Pengertian Pokok
Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu "empiris" yang berarti pengalaman
inderawi. Oleh karena itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih
pengalaman sebagai sumber utama pengenalanan dan yang dimaksudkan
dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun
pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Pada dasarnya Empirisme
sangat bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan bahwa
pengenalan yang sejati berasal dari ratio, sehingga pengenalan inderawi merupakan
suatu bentuk pengenalan yang kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan
pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan
didapat melalui penampungan yang secara pasip menerima hasil-hasil penginderaan
tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali
dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme radikal
berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman
inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan. Lebih lanjut
penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek
yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan akibat
dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang
telah merangsang alat-alat inderawi tersebut.
Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah
barangkali merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut
penganut Empirisme. Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang
tertinggi.
b. Tokoh-tokohnya.
1. Francis Bacon (1210 -1292)
2. Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
3. John Locke ( 1632 -1704)
4. George Berkeley ( 1665 -1753)
5. David Hume ( 1711 -1776)
6. Roger Bacon ( 1214 -1294)
V. RASIONALISME.
a. Pengertian Pokok.
Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang
berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran
yang hakiki.
Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai
akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah
penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran.
Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu
pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu
alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang
terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang
hidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII
dan lebih lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia
yang diberikan oleh Isaac Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika
Inggeris ini yaitu menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang
berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat. Semua gejala alam harus
diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki
suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar
kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat
akan kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam
kegelapan. Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan
manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu
pada abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).
b. Tokoh-tokohnya
1. Rene Descartes (1596 -1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4. G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)
VI.FENOMENALISME
a. Pengertian Pokok.
Secara harfiah Fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap
bahwa Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.
Seorang Fenomenalisme suka melihat gejala. Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu
positif yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat
hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang
menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang
langsung. Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran, "a way of looking at
things".
Gejala adalah aktivitas, misalnya gejala gedung putih adalah gejala
akomodasi, konvergensi, dan fiksasi dari mata orang yang melihat gedung itu, di
tambah aktivitas lain yang perlu supaya gejala itu muncul. Fenomenalisme adalah
tambahan pada pendapat Brentano bahwa subjek dan objek menjadi satu secara
dialektis. Tidak mungkin ada hal yang melihat. Inti dari Fenomenalisme adalah tesis
dari "intensionalisme" yaitu hal yang disebut konstitusi.
Menurut Intensionalisme (Brentano) manusia menampakkan dirinya sebagai
hal yang transenden, sintesa dari objek dan subjek. Manusia sebagai entre au
monde (mengada pada alam) menjadi satu dengan alam itu. Manusia mengkonstitusi
alamnya. Untuk melihat sesuatu hal, saya harus mengkonversikan mata,
mengakomodasikan lensa, dan mengfiksasikan hal yang mau dilihat. Anak yang baru
lahir belum bisa melakukan sesuatu hal, sehingga benda dibawa ke mulutnya.
b. Tokoh-tokohnya.
1. Edmund Husserl (1859 -1938)
2. Max Scheler (1874 -1928)
3. Hartman (1882 -1950)
4. Martin Heidegger (1889 -1976)
5. Maurice Merleau-Ponty (1908 -1961)
6. Jean Paul Sartre (1905 -1980)
7. Soren Kierkegaard (1813 -1855)
VII. INTUSIONALISME
a. Pengertian Pokok.
Intusionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa
intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi
termasuk salah satu kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi
Intuisi adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu pola berfikir tertentu dan
sering bercampur aduk dengan perasaan.
b. Tokoh-tokohnya.
1. Plotinos (205 -270)
2. Henri Bergson (1859 -1994)
DAFTAR PUSTAKA
Beering, RF. 1966. Filsafat Dewasa ini. Jakarta. Penerbit Balai Pustaka.
Bertans, 1989. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta. Kanisius.
Brower, MAW. 1984. Psikologi Fenomenologi. Jakarta. Penerbit Gramedia.
--------,1986. Sejarah Filsafat Modern dan Sejaman. Bandung. Penerbit Alumni.
Kattsoff, Louis O. 1989. Pengantar Filsafat. Yogyakarta. Penerbit Bayu Indera.
Poedjiadi, Anna. 1987. Sejarah dan Filsafat Sains. Bandung. Penerbit
Cendrawasih.
Poedjawijatma. 1980. Pembimbing Ke arab Alam Filsafat. Jakarta. Pembangunan
Pranarya, AMW. 1987. Epistemologi Dasar : Suatu Pengantar. Jakarta. CSIS.
Pradja, Juhaya S. 1987. Aliran-aliran Filsafat Dari Rasionalisme Hingga
Sekularisme. Bandung. Alva Gracia.
Slamet Iman Santoso R.1977. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Jakarta. Sinar Hudaya.
Baker, Anton. 1984. Metode-metode Filsafat. Jakarta. Ghalia Indonesia.

Rabu, 07 April 2010

perbandingan konsep sorga dan konsep Nirwana


Daftar Isi





BAB I

PENDAHULUAN


Tema perbandingan antara konsep sorga dan juga konsep Nirwana yang dipilih oleh penulis merupakan suatu ide yang muncul oleh karena penulis merasa dan ingin meneliti kemiripan dan kesamaan antara dua ajaran yang menjadi konsep bagi Kristen dan juga Budha sendiri.
Penulis sendiri memiliki tujuan untuk mendalami konsep ini karena penulis mau memaparkan dan menjelaskan tentang keberadaan dan kenyataan sorga yang diakui dan dipercayai oleh orang Kristen serta melihat apakah ada kesamaan dengan Nirwana yang dipercaya oleh orang Budha. Sebab, penulis melihat bahwa setiap orang di dunia pasti akan meninggal pada saatnya dan dengan demikian yang menjadi pertanyaannya adalah kemanakah mereka itu??? Ini yang menjadi tolak ukur penulis untuk memaparkan paper ini, karena konsep sorga dan Nirwana adalah suatu tujuan akhir hidup manusia dalam kontek dan pemahaman ajaran agama masing-masing. Kiranya dengan pemaparan ini maka pembaca akan memahami perbedaan pemahaman mengenai sorga dan Nirwana.


BAB II

KONSEP SORGA DALAM AJARAN KRISTEN


Pada bab ini penulis akan memaparkan konsep yang dimiliki oleh orang Kristen mengenai sorga. Namun penulis akan menjelaskan konsep sorga itu melalui pemahaman etimologi serta terminologinya.

Etimologi sorga


Kata sorga berasal dapat dilihat dari asal bahasa Ibrani dan Yunani yaitu ~yIm;v' (shamayim) dalam bahasa Ibrani dan ouvrano,j dalam bahasa Yunani. ~yIm;v' memiliki arti yaitu surga/langit, langit yaitu langit yang terlihat, langit yaitu sebagai tempat tinggal para bintang, sebagai alam semesta yang terlihat,  Surga sebagai tempat tinggal Allah  Asalnya: dari akar kata yang berarti harus tinggi. Dengan demikian sorga merupakan suatu keberadaan, sebuah tempat yang terletak atau berada di atas dimana Allah bertempat tinggal. Sedangkan ouvrano,j memiliki arti yaitu melompati bentangan langit dengan segala sesuatu yang terlihat di dalamnya, alam semesta, dunia, langit udara atau langit, daerah di mana awan berkumpul, dan di mana guntur dan kilat dihasilkan langit tempat bintang, daerah di atas langit, tahta yang kekal dan sama sekali sempurna dimana Allah tinggal dan makhluk surgawi lainnya. Dari pengertian ini maka dilihat ada kesamaan pemahaman secara etimologi dari dua unsur kata ~yIm;v dan ouvrano,j bahwa sorga merupakan tempat tinggi, di atas letaknya ataupun alam semesta yang merupakan tempat tinggal dan tahta Allah yang kekal.[1]

Terminologi sorga


Ada penafsir dan sejarahwan yang memberikan argument serta tanggapan mereka mengenai pengertian dari sorga itu sendiri:
1.    Sering Surga diartikan sebagai tempat yang dianggap dalam berbagai agama merupakan tempat tinggal Tuhan atau dewa-dewa dan bila irang itu baik maka setelah mati ia akan ke tempat itu, sering digambarkan sebagai keberadaan di atas langit.
2.    Tempat atau keadaan suatu kebahagiaan tertinggi.
3.    Langit juga digunakan dalam seruan sebagai pengganti untuk Allah[2]
Dalam pemahaman yang lainnya sorga juga diartikan sebagai : Langit atmosfir, surga dapat digunakan untuk menggambarkan troposfer-ruang yang melingkupi bumi dan memperluas ke ketinggian sekitar enam mil. Hal ini berarti langit atmosfer merupakan bumi menerima embun (Ul. 33:13), embun beku (Ayub 38:29), hujan dan salju (Yesaya 55:10), angin (Ayub 26:13), dan guruh (1 Sam 2:10).. Awan berada di langit atmosfer (Mazmur 147:8), dan burung-burung terbang di dalamnya (Kej. 1:20). Karena kebutuhan untuk kehidupan di bumi-embun, hujan, salju, angin datang dari surga. Langit-alam, Surga juga digunakan untuk menggambarkan alam atau dunia, matahari, bulan, bintang, dan planet-planet. Tuhan menciptakan alam semesta (Kejadian 1:1; Ps. 33:6). Tempat tinggal Allah, surga ini adalah tempat khusus di mana Allah tinggal, sebagai salam dalam doa Yesus menunjukkan ("Bapa kami yang di sorga" Mat 6:9). Hal ini membuktikan bahwa di surga Allah bertakhta (Mzm. 2:4; Isa. 66:1); dari surga adanya penghakiman Allah (Kej. 19:24; Josh. 10:11), tetapi berkat Tuhan juga datang dari sorga (Kel 16:4). Dari surga Allah melihat ke atas umat-Nya (Ul. 26:15); dari surga Dia mendengar doa mereka (Mzm. 20:6); Dia turun dari langit (Mazmur 144:5). Hal ini membuktikan juga bahwa di surga rencana Allah yang berdaulat didirikan (Mzm. 119:89).[3]
Jadi, dengan melihat konsep pemahaman sorga dari etimologi dan juga terminologi yang ada maka penulis mencoba mengkonsepkan kesimpulan dari sorga yang diajarkan dalam keKristenan yaitu sorga merupakan tempat dimana setiap orang Kristen yang telah percaya dan telah ditetapkan untuk layak masuk ke dalam sorga setelah kematian mereka, tempat ini merupakan tempat tinggal, tempat dimana Allah berada dan tempat dimana Ia meletakkan dan merancangkan kerajaan-Nya serta letak yang pasti menurut penulis adalah di atas alam semesta ini, di tempat yang tinggi dan kudus.



BAB II

KONSEP NIRWANA DALAM AJARAN BUDHA


Setelah penulis memaparkan konsep surga yang diajarkan dalam ajaran Kristen sekarang penulis akan memaparkan sebuah konsep tentang keberadaan orang setelah kematian dalam ajaran Budha yang lebih dikenal dengan Nirwana. Pada hakekatnya konsep nirwana antara ajaran Hindu dan Budha berbeda dan tidak bisa disamaratakan.
Ada banyak definisi yang mungkin akan menggambarkan makna dari apa yang disebut nirwana. Nirwana adalah sebuah penyataan etis, sebuah kondisi di mana tidak ada lagi reinkarnasi, hasrat, dan penderitaan. Kadang istilah ini juga didefinisikan sebagai kebebasan dari kungkungan tubuh, kesadaran akan kedamaian yang paling agung, dan sebuah kebahagiaan yang sempurna dan tanpa hasrat. Nirwana merupakan akhir dari karma.[4] Ada juga yang berpendapat Nirwana itu adalah kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa. Kebahagiaan Nirwana tidak dapat dialami dengan memanjakan indera, melainkan dengan menenangkannya. Nirwana bukanlah suatu tempat. Nirwana bukanlah suatu ketiadaan atau kepunahan. Nirwana bukanlah suatu surga. Tidak ada kata yang cocok untuk menjelaskan Nirwana ini. Nirwana dapat direalisasi dengan cara melenyapkan keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan bathin (moha).[5] Ada juga yang mengatakan bahwa menurut bunyinya arti Nirwana ialah pemadaman.[6]
Namun dalam praktikanya, Nirwana memiliki dua proses keberadaan dimana sesorang dapat mengalami dan merasakan Nirwana tersebut. Nirwana dapat dicapai ketika masih hidup (Sa-upadisesa Nirwana) dan ketika meninggal dunia (An-upadisesa Nirwana). Sebagai contohnya, ketika Pangeran Siddhartha mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Samma Sambuddha, maka pada saat itu Beliau mengalami Sa-upadisesa Nirwana. Ketika Buddha Gotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di Kusinara, maka Beliau mencapai An-upadisesa Nirwana atau Parinirwana.[7] Sesuai dengan adanya dua tingkatan dalam pencapaian Nirwana tersebut, maka diberikan pula penjelasan lebih lanjut mengenai pemadaman tersebut. 1. Pemadaman yang sempurna dari segala hawa nafsu, keadaan ini mulai berlangsung pada saat tercapai kesucian yang sempurna dalam kehidupan seseorang. 2. Terpadamnya skanda-skanda[8] dengan sempurna, ini berarti proses keadaan badani dan rohani seseorang dan tidak lagi berjalan terus, keadaan ini akan terjadi pada kematian orang yang suci (Arahat).[9]



BAB III

KESIMPULAN


Dari hasil pemaparan di atas, penulis melihat tujuan dari pemaparan ini sangat jelas yaitu baik sorga yang diajarkan dalam agama Kristen dan juga Nirwana yang diajarkan dalam agama Budha sangat jauh berbeda. Konsep sorga merupakan suatu tempat yang terletak di atas alam semesta ini dimana Allah tinggal dan bernaung, sedangkan Nirwana bukanlah suatu tempat atau alam kehidupan, melainkan keadaan yang terbebas dari semua kekotoran batin yang menjadi sebab penderitaan dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kepedihan, ratapan dan keputus-asaan, yaitu Keserakahan (Lobha), Kebencian (Dosa), dan Kebodohan Batin (Moha). Dan bila dilihat dari cara pencapaiannya pun sangat jauh berbeda. Dengan jelas juga adalam ajaran Budha mereka tidak mengatakan bahwa Nirwana itu adalah sorga bagi orang Budha sendiri.
Jadi, akhir hidup seorang Kristen dan seorang Budhis berbeda. Orang Kristen yang telah ditetapkan akan meninggal dan masuk ke dalam sorga sedangkan Nirwana menjadi suatu tempat atau keberadaan yang sangat membahagiakan saja.



DAFTAR PUSTAKA


Honig, A. G.  Ilmu Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
Thayer, Joseph Henry. A Greek-English Lexicon of the New Testament. Grand Rapids: Zondervan, 1962.
Brown, Francis; Driver, S. R. and Briggs, Charles A. A Hebrew and English Lexicon of the Old Testament. Oxford: Clarendon, 1968.
Smith, Wilbur M. The Biblical Doctrine of Heaven. Chicago: Moody, 1968.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nirwana
http://www.wihara.com/forum/zen/1219-nirwana-menurut-filsafat-mahayana-zen.html
http://misi.sabda.org/riwayat_dan_ajaran_gautama



[1] Wilbur M. Smith, The Biblical Doctrine of Heaven (Chicago: Moody, 1968), p. 27
[2] Francis Brown, S. R. Driver, and Charles A. Briggs, A Hebrew and English Lexicon of the Old Testament (Oxford: Clarendon, 1968), p. 1029.
[3] Joseph Henry Thayer, A Greek-English Lexicon of the New Testament (Grand Rapids: Zondervan, 1962), p. 464
[4] http://misi.sabda.org/riwayat_dan_ajaran_gautama
[5] http://www.wihara.com/forum/zen/1219-nirwana-menurut-filsafat-mahayana-zen.html
[6] A. G. Honig Jr.,  Ilmu Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), hal. 210
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Nirwana
[8] Faktor-faktor penyusun tubuh fisik dan pikiran
[9] A. G. Honig Jr.,  Ilmu Agama

Jumat, 05 Maret 2010

keilahian Yesus Kristus dalam Ibrani 1



DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN



Dalam paper ini penulis akan memaparkan perbandingan antara keilahian Yesus Kristus dengan malaikat yang terambil di dalam surat Ibrani pasal 1. Penulis mengambil tema ini dengan maksud untuk mempertajam konsep pemikiran kita sebagai umat percaya bahwa malaikat merupakan suatu ciptaan yang tidak lebih tinggi dari pada Yesus, walaupun jika dilihat secara sekilas keberadaan malaikat sepertinya tidak di batasi oleh ruang dan waktu dan Yesus yang telah turun dan mengambil tubuh manusia lebih terikat dan dibatasi oleh ruang dan waktu.
Dengan pemaparan ini kiranya penulis berharap setiap pembaca dapat mengerti betapa Agungnya Yesus dan betapa unggulnya Yesus dibandingkan dengan segala ciptaan yang ada bahkan malaikat sekalipun, sebab segala sesuatu diciptakan untukNya atau bagiNya oleh karena segala sesuatu berasal dari padaNya.

BAB II

TEOLOGI KITAB IBRANI


Penulis kitab ini adalah rasul Paulus. Bukti yang mengatakan bahwa rasul Paulus yang menulisnya adalah pengakuan dari rasul Petrus (2 Pet. 3:15-19) dan juga bukti-bukti dari para ahli Alkitab yang, bahkan dalam isi kitab pun tersirat secara eksplisit membuktika bahwa tulisan kitab Ibrani ini adalah tulisan rasul Paulus dan juga dari surat-surat Paulus lainnya. Penerima surat Ibrani ini adalah orang-orang Kristen Yahudi yang tersebar diberbagai tempat dan juga  yang diam di wilayah kerajaan Roma. Namun, dalam cakupan yang lebih luas, para ahli mengatakan bahwa penerima surat ini adalah kepada setiap orang Kristen di segala abad dan tempat. Teologi kitab Ibrani mencakup doktrin Alkitab, doktrin Allah, doktrin Kritus, doktrin Roh Kudus, doktrin Malaikat, doktrin Iblis, doktrin sorga, doktrin keselamatan, doktrin manusia, doktrin akhir zaman, doktrin gereja.[1]
Dalam hal doktrin Kristus yang dijelaskan dalam surat Ibrani ini, Paulus menyatakan bahwa Kristus adalah puncak wahtu Allah yang paling sempurna, lebih sempurna dari pada wahyu para nabi (1:1-4), dan sifat keilahian Kristus adalah kekal. Mempunyai amanat, pekerjaan, kuasa, dan kemuliaan , serta semua yang ada padaNya lebih mulia dan lebih unggul dari pada malaikat (1:5-2:4).

KEILAHIAN YESUS SEBAGAI ANAK ALLAH



Dalam bab ini penulis akan memaparkan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan keilahian Yesus sebagi Anak Allah dan juga keilahian Yesus sebagai manusia sejati. Sebelumnya penulis akan memberikan data-data mengenai keilahian Yesus sebagai Anak Allah.
Dalam teks surat Ibrani ini keilahian Kristus ditunjukan dengan suatu pernyataan bahwa pernyataan Allah kepada umat manusia telah dinyatakan pada masa nabi-nabi hingga saat ini Allah sendiri menyatakan karyaNya kepada umat manusia melalui AnakNya, yang mana Anak ini memiliki hak untuk menerima segala yang ada (Ibr. 1:2). Dari kata ini penulis melihat bahwa wahyu Allah dalam bahasa aslinya adalah lalh,saj dari akar lale,w kata yang berarti perkataan yang sudah diucapkan, yaitu perkataan Allah terhadap nabi. Dengan demikian para Ahli mengatakan bahwa wahyu Allah yang telah diberikan kepada manusia hingga saat ini merupakan Alkitab yang kita pegang sekarang. Objek wahyu Allah ini pada ayat pertama yaitu nenek moyang (leluhur), dengan ini menyatakan bahwa pada zaman dahulu Allah telah berinisiatif untuk menyatakan diriNya melalui para nabi kepada para leluhur sehingga mereka dapat melanjutkannya dan menceritakan kisah ini kepada anak cucu mereka yang pada akhirnya bertujuan untuk menyatakan maksud Allah demi menyelamatnkan umat manusia. Yesus sendiri sebagai kalam yang menjelma menjadi manusiayaitu menyataka isi hati Allah dan keselamatan Allah (Yoh. 1:14-18, 3:16-21, 5:19-30, dan 12:45-50) dan wahyu ini dinyatakan secara terus menerus kepada umat manusia.[2] 
Dari argument ini penulis menjelaskan bahwa tingkatan Yesus berbeda dari tingkatan orang-orang yang paling hebat pun dalam sejarah manusia bahkan juga kepada malaikat-malaikat dan dengan Anak inilah maka Allah telah menciptakan segala sesuatu. Dalam bahasa aslinya tou.j aivw/naj yang artinya dunia-dunia atau alam semesta.[3] Selanjutnya dalam teks ini Paulus juga menjelaskan bahwa Yesus datang ke dunia sebagai seorang manusia yang lebih rendah dari pada malaikat, tetapi hal ini dilakukan hanya untuk menjamin keselamatan orang-orang berdosa (2:9). Dengan demikian Kristus mencuci dosa-dosa umat manusia dan Dia telah duduk di sebelah kanan Allah (penjelasan ini muncul berulang-ulang dalam beberapa ayat, 1:13, 8:1, 10:12, 12:2). Selanjutnya penulis melihat hubungan tema wahyu Allah melalui Kristusadalah sebagai gambar wujud Allah melalui ajaran, kehidupan dan pekerjaan Yesus di dunia. Dengan demikian penulis akan menjelaskan bagaimana gambar wujud Allah dinyatakan oleh Yesus, yaitu dalam 7 gambaran:
1.        Wujud kemuliaan Alah yang tak tertandingi
Alkitab, baik dalam perjanjian lama dan perjanjian baru memakai kata ‘mulia’ untuk menunjukkan bentuk cahaya kemuliaan Allah yang tidak bergantung kepada pandangan dan penilaian manusia. Kristus adalah Allah, sama dengan Allah Bapa, sama hidup, sam sifat, sama karakter, sama kerja, sama jasa, maka Ia dapat mewarisi segala kemuliaan Allah dan menyatakan segala cahaya kemuliaan Allah.[4]
2.        Yesus Kristus adalah gambar wujud Allah
Karakter adalah media yang paling tepat untuk menyatakan subtansi Allah, dengan kata lain Yesus adalah gambar Allah dan hal ini bukan merupakan kesimpulan yang dianologisasi ilmu logika melainkan kebenaran yang super logika.[5] Kebenaran mengenai Yesus Kristus dan Allah Bapa yang mempunyai subtansi yang sama, tetapi memiliki pribadi yang berbeda hanya dapat diterima dengan iman. pribadiNya berbeda tetapi subtansiNya sama, maka dapat dinyatakan secara tepat dan sempurna.
3.        Dia dengan kekuasaan FirmanNYa menopang segala yang ada
Bila dilihat dalam bahasa aslinya kata ‘alam semesta’ aivw/naj dan ‘menopang’ fe,rwn memiliki pengertian bahwa sejak alam semesta diciptakan, Dia memakai FirmanNya (Yesus Kristus) untuk mendukung alam semesta sampai sekarang.
4.        Dia menyucikan dosa manusia
Kata ‘menyucikan’ kaqarismo.n (telah bersih atau lebih murni) dan ‘dosa’ a`martiw/n (tidak masuk angka, tidak mengenai sasaran) memiliki pengertian bahwa Yesus Kristus sudah membersihkan dan menyucikan dosa manusia yang tidak percaya, yang tidak mencapai tuntutan Allah atas moralitas manusia sendiri.
5.        Duduk di sebelah kanan Allah yang Maha Tinggi
Kata ‘langit yang tinggi’ sebenarnya lebih cocok bila digabungkan kata ‘tinggi’ u`yhloi/j dengan ‘maha besar’ megalwsu,nhj (artinya agung, luhur yang dipakai pada kedudukan dan karakter yang mulia dan luhur, bukan menunjukkan kapasitas atau space tetapi suatu otoritas) yang berarti Yesus telah menggenapi pekerjaanNya kemudian duduk di sebelah kanan yang luhur dan berkuasa atau bersama dengan yang luhur dan berkuasa layaknya seperti seorang raja.[6]
6.        Nama yang diwarisiNya lebih mulia dan melampaui nama malaikat
Penulis memahami penggunaan kata ini bahwa malaikat adalah yang diciptakan bukan pencipta, dan tidak dalam mengalami dan mengerti segala kehendak Allah hanya dapat menerima berita yang diwahyukan Allah. Sedangkan, Yesus yang adalah Allah sendiri yang ditentukan Allah untuk mewarisi segala yang ada, baru dapat memahami kehendak Allah dan mewahyukan seluruh kehendak Allah (Kol. 2:9).
7.        Memiliki otoritas Firman Allah
Ketika penulis memaparkan point ini maka kita harus berpijak pada tema sentral dari pokok wahyu Allah terhadap manusia melalui AnakNya Yesus Kristus adalah Firman Allah yang berotoritas. Sebab Firman Allahlah yang memulai perananNya dalam penciptaan hingga saat ini.

YESUS LEBIH BESAR MULIA DARI PADA MALAIKAT


Latar belakang penulisan kata ini dapat dimengerti dengan struktur bahwa agama Yahudi dan pengaruh ajaran nabi tentang malaikat membuat umat Kristen Ibrani menjadi bimbang untuk percaya kepada Kristus, sebab mereka menghormati malaikat lebih dari pada Yesus. Maka dengan demikian penulis akan memaparkan ayat-ayat yang mendukung argument ini:
1.      Kristus sebagai anak, dilahirkan (Ibr. 1:5, dikutip dari Mzm. 2:7)
2.      Allah adalah Bapa Kristus, Kristus adalah Annak Allah (Ibr. 1:5, dikutip dari 1 Sam. 7:14, II Taw. 22:9).
3.      Malaikat harus menyembah Kristus (Ibr 1:6, dikutip dari Mzm. 97:7)
4.      Kristus adalah Allah, memiliki takhta dan kerajaan (Ibr. 2:8-9, dikutip dari Mz. 45:7-8, Yes. 61:1,3)[7]
5.      Kristus adalah pencipta langit dan bumi, Ia lebih terdahulu dari langit dan bumi, juga lebih kekal dari pada langit dan bumi (Ibr. 1:10-12, dikutip dari Mzm. 102:25-27)
6.      Kristus duduk di sebelah kanan Allah, menantikan musuhNya menyerah (Ibr. 1:13, dikutip dari Mzm. 110:1)
7.      Kemuliaan Kristus debagai Anak manusia, mendapatkan kemuliaan dan kehormatan sebagai mahkotaNya (Ibr. 2:6-8, dikutip dari Mzm. 8:5-7)
8.      Kristus bersandar kepada Allah Bapa (Ibr. 2:13, dikutip dari Mzm. 28:7)
9.      Kristus memiliki umat Kristen sebagai anak-anak yang dikaruniakan Allah (Ibr. 2:13, dikutip dari Yes. 8:18)
10.  Kristus dan umat Kristen memiliki hubungan persaudaraan (Ibr. 2:12, dikutip dari Mzm. 22:23, 102:22)

YESUS KRISTUS SEBAGAI ANAK SULUNG


Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang sulung ke dunia, Ia berkata: "Semua malaikat Allah harus menyembah Dia." (Ibr.1:6) Dalam ayat ini menjelaskan bahwa Yesus merupakan Anak sulung dari Allah. Kata Anak sulung dalam bahasa Yunaninya prwto,tokon, artinya AnakNya yang sulung atau menunjukkan kedudukan yang unggul (Luk. 2:7, Kel. 4:22). Dalam perjanjian baru Kristus disebut sebagai “Anak sulung” disebutkan sebanyak 5 kali, dan bila dilihat konteksnya terlihat suatu perbandingan antara Kristus dengan makhluk-makhluk lain yang menyatakan keunggulan kedudukan Kristus.[8] Dia lebih kekal, lebih awal dari pada segala ciptaan, dan eksistensi segala ciptaan diciptakan untuk diriNya.[9]



BAB III

KESIMPULAN


Setelah penulis memaparkan data-data mengenai kebenaran bahwa Yesus benar-benar Anak Allah yang ilahi, serta Yesus sendiri memiliki perbedaan yang sangat menonjol dari segala ciptaan bahkan dari malaikat pun Yesus memiliki perbedaan yang membuktikan bahwa DiriNya lebih unggul, lebih awal, lebih kekal dan seluruh ciptaan ini ada karena DiriNya dan untuk DiriNya. Penulis juga menyimpulkan pemaparan menjadi beberapa point yang dapat diingat, yaitu:
ü  Dalam kekekalan Kristus adalah Anak Allah, malaikat menjadi anak-anak Allah
ü  Kristus adalah Anak sulung, malaikatk hanya pesuruh
ü  Kristus adalah penguasa yang bertakhta, malaikat hanya melayani di sekitar takhta
ü  Kristus adalah pencipta, malaikat adalah yang diciptakan
ü  Kristus adalah pemenang, malaikat adalah roh pelayan
Dengan demikian perbandingan dan keunggulan Yesus Kristus dengan malaikat tampak begitu jelas. Sehingga tidak perlu diragukan lagi bahwa Yesus Kristus merupakan Firman yang hidup yang pertama, dan yang terkemudian, yang awal dan yang akhir, Dialah Alfa dan Omega (Why. 22:13)



 

DAFTAR PUSTAKA



Berkhof, Louis. Systematic Theology. Michigan: WM. B. Eerdmans, 1984.
Milne, Bruce. Mengenal Kebenaran. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.
Morris, Leon. Teologi Perjanjian Baru. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996.
Barclay, William. Pemahaman Alkitab setiap hari: surat Ibrani. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.
Peter Wongso, Eksposisi doktrin ALkitab surat Ibrani (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1993
Grudem, Wayne. Systematic Theology. Nottingham: InterVarsity Press, 1994.
Ladd, George Eldon. A Theology of the New Testament, revised by Donald A. Hagner. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1993.


[1]Dr. Peter Wongso, Eksposisi doktrin ALkitab surat Ibrani (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1993), hal. 24-39
[2] Ibid, hal. 66-67
[3] Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996), hal. 419
[4] Bruce Milne, Mengenal Kebenaran (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hal. 185
[5] Louis Berkhof, Systematic Theology (Michigan: WM. B. Eerdmans, 1984), pg. 317
[6] Dr. Peter Wongso, Eksposisi doktrin ALkitab surat Ibrani, hal. 83
[7] Wayne Grudem, Systematic Theology (Nottingham: InterVarsity Press, 1994), pg. 544
[8] Ibid, hal.108
[9] George Eldon Ladd, A Theology of the New Testament, revised by Donald A. Hagner (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1993), pg. 146